REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat pemesanan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri 017 mencapai sekitar Rp 5 triliun hingga Kamis (25/6). ORI seri 017 mulai ditawarkan sejak Senin (15/6).
“Kami sarankan memesan sebelum 9 Juli,” kata Kepala Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif II Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Norman Febianto dalam webinar Bahana Sekuritas di Jakarta, Kamis (25/6).
Ia mengimbau kepada calon investor untuk melakukan pemesanan tidak berdekatan dengan masa akhir penawaran 9 Juli 2020 untuk menghindari kemungkinan kepadatan permintaan yang berpotensi membuat gangguan karena dilakukan melalui sistem dalam jaringan (online).
Seperti diketahui pemesanan instrumen investasi itu akan ditutup pada 9 Juli 2020 pukul 09.00 WIB dan penetapan hasil penjualan akan dilakukan pada 13 Juli serta setelmen penerbitan dilakukan pada 15 Juli 2020.
Ia optimistis ORI-017 ini akan menarik bagi investor karena imbal hasil atau yield yang ditawarkan mencapai 6,4 persen per tahun atau di atas rata-rata bunga deposito perbankan mencapai 5,5 persen.
Penjualan obligasi yang memiliki masa jatuh tempo 15 Juli 2023 ini, lanjut dia, semakin menjangkau berbagai kalangan karena minimum pemesanan mencapai Rp1 juta dan maksimal Rp3 miliar.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman pada peluncuran ORI-017 mengatakan hasil penjualan obligasi ini digunakan untuk membiayai APBN termasuk untuk penanganan COVID-19.
Pemesanan dapat dilakukan melalui mitra distribusi secara daring melalui empat tahap yaitu pendaftaran, pemesanan, pembayaran dan penyelesaian atau konfirmasi melalui 16 bank umum, empat perusahaan efek, tiga perusahaan efek khusus dan dua perusahaan teknologi berbasis finansial (tekfin) peer-to-peer lending.
Sebanyak 16 bank umum tersebut antara lain BCA, BNI, Bank Permata, BRI, BTN, Maybank Indonesia, CIMB Niaga, Bank Mandiri, OCBC NISP, Bank Panin, DBS Indonesia, HSBC Indonesia, UOB Indonesia, Commonwealth Indonesia, Danamon Indonesia dan Bank Victoria International.
Sebanyak empat perusahaan efek antara lain Trimegah Sekuritas Indonesia, Danareksa Sekuritas, Bahana Sekuritas, dan Mandiri Sekuritas. Selain itu tiga perusahaan efek khusus adalah Bareksa Portal Investasi, Star Mercato Capitale (Tanamduit) dan Nusantara Sejahtera Investama (Invisee) dan dua perusahaan tekfin yaitu Investree dan Modalku.