Kamis 25 Jun 2020 20:14 WIB

Indonesia Harus Jaga Produksi Lada

Rempah-rempah termasuk lada masih akan dibutuhkan di masa pandemi Covid-19.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja memilih biji lada yang akan dikemas di Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung. Untuk meningkatkan pangsa di pasar lada dunia, Indonesia bersama pemerintah harus bisa menjaga produksi dari hulu ke hilir.
Foto: Antara/Anindira Kintara
Pekerja memilih biji lada yang akan dikemas di Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung. Untuk meningkatkan pangsa di pasar lada dunia, Indonesia bersama pemerintah harus bisa menjaga produksi dari hulu ke hilir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengembangan Produk Ekspor Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) Kementerian Perdagangan mengatakan Olvy Andrianita untuk meningkatkan pangsa di pasar lada dunia, khususnya selama pandemi Covid-19, eksportir Indonesia bersama pemerintah harus bisa menjaga produksi dari hulu ke hilir. Tentunya sesuai keamanan pangan yang dipersyaratkan negara tujuan ekspor.

"Kita juga harus mengedepankan protokol kesehatan. Sehingga jika ada pedagang atau petani yang terindikasi Covid-19, dapat segera dievakuasi atau dikarantina mandiri agar tidak mengganggu proses produksi," kata Olvyn dalam webinar seputar ekspor lada, kemarin.

Baca Juga

Meski terjadi penurunan permintaan lada dunia akibat pemberlakuan karantina wilayah (lockdown), Kemendag optimistis peningkatan permintaan rempah-rempah, termasuk lada di pasar global. "Rempah-rempah termasuk lada masih akan dibutuhkan di masa pandemi Covid-19 sebagai asupan makanan bergizi menjaga imunitas tubuh," kata Olvyn.

Kemendag, lanjut dia, juga akan meningkatkan penguatan jejaring perwakilan perdagangan di luar negeri dengan mencari pembeli dan membuat intelijen pasar melalui kekuatan pemasaran. Para perwakilan perdagangan pun dapat meningkatkan citra produk lada Indonesia saat melakukan promosi di pasar global. 

Sebagai upaya meningkatkan daya saing lada, promosi bisa dilakukan dengan mengedepankan sertifikat indikasi geografis (IG), sertifikat organik, dan sertifikat halal ke negara tujuan ekspor. Strategi diversifikasi dan adaptasi produk lada tersebut perlu terus dikembangkan sebagai upaya peningkatan nilai daya saing ekspor.

"Termasuk pengembangan merek lokal yang mendunia, serta penanganan cepat sertifikasi produk seperti halal, organik, praktik manufaktur yang baik, sanitari dan fitosanitari, termasuk sertifikasi IG," ujar Olvy.

lada putih muntok Babel telah memiliki sertifikasi IG dari Kemenkumham RI. Keunikan lada putih muntok yaitu memiliki cita rasa rempah dengan tingkat kepedasan yang tinggi 5 sampai 7 persen).

Adapun lima negara tujuan ekspor lada Indonesia pada 2019 yaitu Vietnam sebesar 46,57 juta dolar AS, China 21,06 juta dolar AS, dan India 18,76 juta dolar AS. Kemudian Amerika Serikat 16,45 juta dolar AS, dan Jerman 8,66 juta dolar AS.

Sementara, daerah pengekspor lada terbesar di Indonesia, yaitu Lampung 43,33 juta dolar AS, Bangka Belitung 36,52 juta dolar AS, serta Jawa Timur 18,12 juta dolar AS. Lalu Sulawesi Selatan sebanyak 16,68 juta dolar AS, DKI Jakarta 16,58 juta dolar AS, dan Kalimantan Barat 6,29 juta dolar AS.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement