REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN -- Sejumlah partai politik mendesak pemerintah Denmark melarang panggilan ibadah dengan pengeras suara karena dinilai sangat mengganggu. Seperti dilansir CPH Post Online, Kamis (25/6) partai politik Vanstre, Dansk Folkeparti, Konservative dan Nye Borgerlige membahas mengenai masalah panggilan ibadah yang dinilai mengganggu di parlemen.
"Bagi Venstre ini bukan tentang satu agama. Meski saya menyadari panggilan ibadah sering dikaitkan dengan Islam. Panggilan ibadah bukan suatu tradisi yang kita punya dalam masyarakat Denmark. Kami pikir itu akan sangat mengganggu di Denmark," kata salah satu anggota parlemen, Mads Fluglede.
Perdebatan tentang larangan panggilan ibadah dengan pengeras suara itu mencuat setelah adanya adanya kumandang adzan di Gellerupparken dekat Aarhus yang menimbulkan pertanyaan tentang dasar hukum mengizinkan atau melarang hal itu. Kumandang adzan itu berlangsung karena masjid ditutup sebab krisis pandemi Covid-19. Adzan dikumandangkan sehingga umat Muslim bisa beribadah di lapangan sepak bola di wilayah itu.
Anggota parlemen mengatakan adzan di tengah publik bisa menyebar. Meski insiden kumandang adzan di Gellerupparken adalah pertama yang terjadi setelah empat atau lima dekade Muslim tinggal di negara itu.
Meski begitu, pembahasan pelarangan panggilan ibadah tidak secara khusus ditujukan pada agama Islam. Melainkan merujuk pada larangan panggilan ibadah menggunakan pengeras suara di tempat umum.
Larangan panggilan ibadah yang diusulkan bisa melanggar konstitusi bila hanya ditujukan pada Islam saja. Atau juga berdampak pada agama Kristen yang menggunakan lonceng. Sementara beberapa anggota parlemen Sosial Demokrat menyerukan pemerintah agar melihat lebih jauh untuk menentukan kebijakan yang diambil.