REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Empat Imam mazhab memiliki definisi masing-masing tentang ibu atau Al-Umm bahasa Arabnya. Meski demikian para fuqaha itu mendefinisikan ibu yang pertama adalah seorang wanita yang telah melahirkan anaknya atau umumatan.
Wafa binti Abdul Aziz As- Suwailim mahasiswi Magister Syariah al Imam University Riyadh dalam karyanya "Fiqih Ibu Himpunan Hukum Islam Khas Ummahat" mengatakan, para ulama fiqih Mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat, yang dimaksud ibu adalah:
Pertama, wanita yang melahirkan anda, atau wanita yang melahirkan ibu yang melahirkan anda (nenek). Ini definisi Hanafiyah.
Kedua, setiap wanita yang nasab anda terhubung padanya karena ikatan persalinan, baik disebut ibu secara hakiki, yaitu wanita yang melahirkan anda; atau secara majazi, yaitu wanita yang melahirkan wanita yang melahirkan Anda (nenek), dan seterusnya.
Ketiga, setiap wanita yang nasab anda terhubung padanya karena ikatan persalinan. Dua definisi terakhir adalah definisi Mazhab Hanafi.
Menurut Wafa definisi di atas tidak komprehensif karena tidak mencakup nenek dari jalur ayah dalam pengertian ibu dan hanya mencakup ibunya Ibu, ibunya nenek dan seterusnya.
Definisi pertama dan kedua menyebutkan, ibu adalah wanita yang melahirkan wanita yang melahirkan anda (nenek).
"Ini maksudnya nenek dari jalur Ibu saja, bukan dari jalur ayah. Definisi ketiga juga tidak menyatakan nenek dari pihak ibu dalam pengertian ibu, apalagi Ibu dari jalur ayah," katanya.
Sementara para ahli fiqih darli Mazhab Maliki dan Syafi’I berpendapat, kata ibu mencakup ibu secara langsung, juga nenek dari jalur ayah dan ibu. Dua imam mazhab itu mendefinisikan ibu sebagai berikut.
Pertama orang yang melahirkan anda meski melalui perantara, baik dari jalur ibu ataupun jalur ayah. kedua setiap wanita yang melahirkan anda baik dari jalur ibu ataupun jalur ayah.
Ketiga setiap wanita yang melahirkan Anda, dan nasab Anda terhubung dengannya karena persalinan sejajar dengan ayah bagi Anda, atau sejajar dengan ibu, demikian juga wanita-wanita yang berada di atas silsilah Anda.
Keempat setiap wanita yang melahirkan Anda, atau melahirkan orang yang melahirkan Anda, dengan atau tanpa perantara.
Kelima setiap wanita yang Anda terhubung padanya karena persalinan, dengan atau tanpa perantara.
Wafa menuturkan jika dicermati, semua definisi di atas kecuali definisi kelima dari jalur ibu termasuk dalam pengertian Ibu. Hanya saja, kekurangan pada definisi kedua dan ketiga dalam menyebut kata al-umm dengan menggunakan lam ta'rif ini namanya bertele-tele.
Untuk definisi keempat, meski definisi ini menyertakan nenek dari jalur ibu dan nenek dari jalur ayah dalam penelitian ibu hanya saja tidak menyatakan Ibu dari nenek masing-masing. Menurutnya untuk definisi kalimat definisi ini tidak komprehensif karena Ibu dari jalur ayah tidak termasuk dalam pengertian ibu.
Wafa mengatakan, ada efek hukum perbedaan pendapat terkait pengertian kata ibu. Meski kata dia, keempat mazhab berbeda pendapat, apakah ibu dari jalur ayah termasuk adalah dalam pengertian ibu atau tidak seperti yang telah diuraikan sebelumnya, tetapi pada tataran realitanya tidak ada perbedaan karena semuanya dapat menyebut nenek dari jalur ayah sebagai ibu.
Misalnya efeknya sebagai contoh, saat menjelaskan siapa saja ibu yang dilarang dinikahi dalam firman Allah surat An-Nisa ayat 23:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ ”Diharamkan atas kamu menikahi ibu-ibumu."
Ayat tersebut oleh para ahli fiqih di atas ditafsirkan larangan menikahi nenek dari jalur ibu dan jalur ayah karena kata ibu bisa disebutkan untuk nenek dari jalur ayah juga dari jauh ibu.
Wafa mengaku dari definisi yang dijelaskan empat imam mazhab itu, dia memilih definisi yang disampaikan Imam An-Nawawi. Menurutnya definisi yang tapat untuk kata ibu itu merupakan definisi terbaik menurut pemahamannya karena, Imam Nawawi mendefinisikan bahwa.
"Ibu adalah setiap wanita yang melahirkan Anda, atau melahirkan orang yang melahirkan Anda, baik laki-laki ataupun perempuan, dengan atau tanpa perantara meski tingkatannya lebih tinggi."