REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Antara
Penggunaan helikopter mewah oleh Ketua KPK Firli Bahuri saat dirinya berkunjung ke daerah Sumatra Selatan pada pekan lalu menuai polemik setelah Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengadukan Firli ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Laporan MAKI ini tengah diproses oleh Dewas KPK.
"Bahwa pada hari Sabtu, 20 Juni 2020, Ketua KPK Firli Bahuri melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja untuk kepentingan pribadi keluarga antara lain ziarah kubur makam orang tuanya," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Senin (22/6) lalu.
Perjalanan dari Palembang menuju Baturaja tersebut menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO. Atas kegiatan tersebut, menurut Boyamin, Firli diduga telah melanggar kode etik.
"Pertama, Firli patut diduga menggunakan helikopter adalah bergaya hidup mewah karena mestinya perjalanan Palembang ke Baturaja hanya butuh 4 jam perjalanan darat dengan mobil," tuturnya. Hal tersebut, menurut dia, bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.
"Kedua bahwa helikopter yang digunakan adalah jenis mewah (helimousine) karena pernah digunakan Tung Desem Waringin (motivator dan pakar marketing) yang disebut sebagai Helimousine President Air," ungkap Boyamin.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatarongan mengatakan, pihaknya sudah mengklarifikasi aduan yang menyebut Ketua KPK Firli Bahuri menumpangi helikopter mewah milik swasta. Dalam waktu dekat, Dewas KPK juga bakal memanggil Firli Bahuri untuk diklarifikasi terkait aduan tersebut.
"Klarifikasi juga sudah mulai dilakukan hari ini. Karena yang diadukan adalah Ketua KPK, tentu pihak yang diadukan juga akan diklarifikasi oleh dewas," kata Tumpak saat dikonfirmasi, Kamis (25/6).
Tumpak mengatakan, pihaknya juga sudah menugaskan tim untuk mengidentifikasi fakta-fakta terkait laporan terhadap Firli tersebut sejak pengaduan diterima. Lebih lanjut, dia menjamin akan melakukan tugas pengawasan terhadap lembaga antirasuah dengan sebaik-baiknya.
"Kami akan lakukan tugas pengawasan ini sebaik-baiknya. Terima kasih atas perhatian dari masyarakat untuk terus menjaga KPK agar senantiasa bergerak di relnya," ujarnya.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, penggunaan helikopter oleh Ketua KPK Firli Bahuri saat perjalanan di Sumatra Selatan, Sabtu (20/6), untuk efisiensi waktu. "Terlepas apa pun pendapat masyarakat, tetapi dari sisi efisiensi waktu itu yang dia pertimbangkan karena cuti cuma satu hari," ucap Alex selepas acara pembagian masker gratis kepada masyarakat di Jakarta, Jumat (26/6).
Alex mengaku sudah mendapat penjelasan langsung dari Firli soal penggunaan helikopter tersebut. "Disampaikan saja, kemarin itu memang yang bersangkutan cuti ke Baturaja. Kabarnya kan naik helikopter dan itu memang bayar. Kalau PP (pulang pergi) kan lebih sehari, padahal cutinya sehari makanya menyewa helikopter itu. Bayar kok dia bilang. Itu yang disampaikan," ungkap Alex.
Firli Bahuri sendiri tak mau terlalu menanggapi ihwal aduan pelanggaran etik dugaan hidup mewah dirinya ke Dewan Pengawas KPK. Firli diadukan ke Dewan Pengawas KPK lantaran menumpangi helikopter mewah milik pihak swasta.
"Saya hanya kerja, dan kerja," ujar Firli saat dikonfirmasi, Jumat (26/6).
Indonesia Corruption Watch (ICW) turut mengomentari ihwal dugaan bergaya hidup mewah yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri kepada Dewan Pengawas KPK. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan, tindakan Firli diduga melanggar kode etik KPK pada bagian integritas.
"Aturan tersebut (angka 27) sudah melarang pegawai/pimpinan KPK menunjukkan gaya hidup hedonisme," ujar Kurnia dalam pesan singkatnya, Rabu (24/6).
Karena itu, Kurnia melanjutkan, dewan pengawas harusnya tidak lagi ragu untuk dapat memanggil Firli, kemudian mendalami dengan dugaan pelanggaran ini. Kedua, jika helikopter ini merupakan fasilitas dari pihak tertentu, kuat dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi.
"Maka dari itu, KPK juga harus melakukan penyelidikan lebih lanjut, setidaknya untuk mendalami dua hal," ucap Kurnia.
Pertama, yang didalami adalah siapa pihak yang memberikan fasilitas helikopter kepada Komjen Firli Bahuri selaku ketua KPK. Kedua, apa motif dari pihak tersebut memberikan fasilitas itu.
Kemudian, perlu didalami pula apakah pihak yang memberikan fasilitas tersebut sedang berperkara di KPK. Jika penyelidikan KPK itu membuahkan hasil, Komjen Firli Bahuri dapat dikenakan Pasal 12 B UU Tipikor dengan ancaman maksimal pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara.
"Dugaan pelanggaran kode etik seperti ini sebenarnya bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya saat menjabat sebagai deputi penindakan KPK, Komjen Firli pun sempat ICW laporkan atas dugaan bertemu dengan pihak yang sedang berperkara di KPK," ungkap Kurnia.