REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis paru Rumah Sakit (RS) Persahabatan dr. Erlina Burhan mengatakan proposal untuk terapi plasma konvalesen telah lulus uji etik sebagai salah satu alternatif untuk mengobati penderita Covid-19. Saat ini sudah ada beberapa donor.
"Jadi proposalnya sudah lulus uji etik dan kita juga sudah mengumumkan ke pasien-pasien kami kalau ada yang secara sukarela ingin membantu pasien-pasien yang sakit, dan kita sekarang sudah mendapatkan beberapa orang donor," kata Erlina dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dari Graha BNPB, Jakarta, Jumat (26/6).
Ia mengatakan bahwa plasma konvalesen tersebut merupakan salah satu alternatif untuk mengobati penyakit Covid-19 karena obat khusus untuk penyakit itu belum ada.
Plasma konvalesen itu, katanya, akan diberikan kepada pasien-pasien di RS Persahabatan yang dalam kondisi berat.
Ia mengakui bahwa sampai saat ini sebenarnya telah ada banyak rumah sakit yang melakukan uji klinis plasma tersebut, contohnya Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan juga RS Persahabatan.
Proposal terapi plasma konvalesen, menurutnya, sudah lulus uji etik dan rumah sakit tempatnya bekerja itu juga telah mengumumkan kepada penyintas yang telah sembuh yang ingin memberikan donor plasma secara sukarela untuk membantu pasien-pasien lainnya.
"Dan kita sekarang sudah mendapatkan beberapa orang donor. Dan nanti kalau sudah cukup dan match antara plasma dari donor ini dengan pasien kami, kita akan segera berikan," katanya.
Terkait efektivitas plasma tersebut dalam mengobati pasien, Erlina Burhan mengatakan hasil uji klinis di banyak negara telah menunjukkan hasil yang cukup efektif dan cukup bagus.
"Jadi ada 4 studi yang dilaporkan uji klinisnya. Tapi sayangnya pasiennya masih sedikit. Ada yang dilakukan terhadap 5 pasien, ada yang 10, bahkan yang di Korea cuma dua," katanya.
"Dari hasil uji-uji klinis yang dilakukan, ternyata memang hasilnya lumayan bagus, cukup efektif. Tapi sayangnya pasiennya sedikit sehingga kita belum bisa mengambil kesimpulan yang firm bahwa ini akan bisa dipakai sebagai pengobatan yang rutin," katanya lebih lanjut.
Sementara itu, di Amerika Serikat (AS) saat ini juga masih berlangsung pengujian secara klinis terhadap banyak pasien.
"Tapi masih berlangsung, belum ada publikasinya. Tapi untuk yang kecil-kecil laporannya adalah cukup baik dan cukup efektif. Walaupun ada saja efek samping dan lain-lain," demikian kata Erlina Burhan.