REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Marsudi Syuhud menanggapi soal adanya dukungan dari Unilever terhadap gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBTQ+). Dia mengatakan, LGBT merupakan sebuah penyakit yang harus disembuhkan.
Karena itu, menurut dia, dukungan yang diberikan Unilever tersebut harus bertujuan untuk menyembuhkan penyakit LGBT itu, bukan justru membuat penyakit itu semakin menyebar di lingkungan masyarakat.
"Pandangan kita bahwa LGBT itu penyakit yang harus disembuhkan. Kalau dukungannya untuk menyembuhkan penyakit itu, itu namanya punya usaha untuk memperbaikinya," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (26/6).
"Tapi kalau ternyata mendukungnya untuk orang jadi sakit, ya namanya itu mendukung penyakit," lanjutnya.
Kiai Marsudi mengatakan, selama ini PBNU memang berpandangan bahwa LGBT itu adalah kaum yang harus didekati agar bisa hidup normal kembali. Untuk menyembuhkan mereka, menurut dia, maka harus berdakwah dengan menggunakan cara-cara yang baik.
"Karena dakwahnya kita harus dengan cara yang baik, maka kita anggap mereka itu adalah umat manusia yang kita juga hendaknya mendekati mereka dengan cara-cara yang baik," katanya.
Kiai Marsudi menambahkan, kaum LGBT merupakan objek dakwah yang harus didekati dan tidak sedikit dari kalangan mereka yang bisa sembuh. Karena itu, menurut dia, yang harus dibenci sebenarnya bukan manusianya, tapi penyakit LGBT-nya itu.
"Mereka objek dakwah yang harus kita dekati, bukan untuk dibenci dengan kekerasan. Manusianya jangan kita benci, yang kita benci penyakitnya itu. Membenci penyakit itu ya dengan cara mengobatinya," jelasnya.
Dukungan Unilever terhadap gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBTQ+) telah menuai kecaman di dunia maya. Tak sedikit seruan untuk memboikot produk Unilever.
Perusahaan yang berbasis di Amsterdam ini pada 19 Juni lalu resmi menyatakan diri berkomitmen mendukung gerakan LGBTQ+. Hal tersebut disampaikan melalui akun Instagramnya.
"Kami berkomitmen untuk membuat rekan LGBTQ+ bangga karena kami bersama mereka. Karena itu, kami mengambil aksi dengan menandatangani Declaration of Amsterdam untuk memastikan setiap orang memiliki akses secara inklusif ke tempat kerja," kata Unilever.
Unilever juga membuka kesempatan bisnis bagi LGBTQ+ sebagai bagian dari koalisi global. Selain itu, Unilever meminta Stonewall, lembaga amal untuk LGBT, untuk mengaudit kebijakan dan tolok ukur bagaimana Unilever melanjutkan aksi ini.
Governance and Corporate Affairs Director Unilever Indonesia Sancoyo Antarikso mengatakan, Unilever beroperasi di lebih dari 180 negara dengan budaya yang berbeda. "Secara global dan di Indonesia, Unilever percaya pada keberagaman dan lingkungan yang inklusif," katanya dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (26/6).
Sancoyo mengatakan, Unilever telah beroperasi selama 86 tahun di Indonesia. Unilever selalu menghormati maupun memahami budaya, norma, dan nilai setempat.
"Oleh karena itu, kami akan selalu bertindak dan menyampaikan pesan yang sesuai dengan budaya, norma, dan nilai yang berlaku di Indonesia," katanya.