REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha mendukung regulasi percepatan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak (WP) badan berbentuk Perusahaan Terbuka yang telah resmi dirilis pemerintah. PPh itu turun dari 25 persen menjadi 22 persen.
"Peraturan Pemerintah (PP) itu sudah merupakan aturan turunan yang diatur dalam Undang-Undang (UU) nomor 2 tahun 2020. Itu tadinya diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Perpajakan," jelas Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani saat dihubungi Republika pada Jumat, (26/6).
Menurutnya, ketentuan tarif pajak yang lebih rendah di Indonesia masih diperlukan. Hal ini demi menarik investor dari luar.
"Salah satu daya tarik tersebut adalah tarif pajak yang lebih kompetitif. Terutama bila dibandingkan dengan negara tetangga, maka pengusaha mendukung aturan ini," ujarnya.
Perlu diketahui, penurunan PPh tersebut akan diberlakukan secara bertahap. Pada 2022 mendatang, tarif akan diturunkan kembali menjadi 20 persen.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka. PP ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Pemerintah memberikan relaksasi lebih kepada wajib pajak dalam negeri berbentuk perseroan terbuka, yakni tarif pajak tiga persen lebih rendah dari tarif PPh badan berlaku. Persyaratannya, mereka harus memiliki jumlah keseluruhan saham yang disetor ke perdagangan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40 persen. Saham ini harus dimiliki paling sedikit 300 pihak.
Masing-masing pihak itu hanya boleh memiliki saham kurang dari lima persen dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh. Ketentuan ini harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 hari kalender dalam jangka waktu satu tahun pajak.