REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto meminta pemerintah memperhatikan nasib guru mengaji terdampak pandemi Covid-19 yang nasibnya kian memprihatinkan.
"Kita pikirkan bersama nasib para dai," kata Yandri dalam Raker DPR-Kemenag, Jumat (26/6).
Dia merujuk para guru mengaji yang kini tidak mendapat pemasukan karena sedikit yang meminta jasa mereka. Dia mengatakan sebelum pandemi, para guru mengaji, kiai, ustadz dan dai kerap diundang masyarakat untuk mengisi pengajian dan semacamnya. Mereka mendapat penghasilan dari masyarakat dan tidak ada gaji tetap.
Saat pandemi berlangsung, kata dia, para guru mengaji tidak berpenghasilan bahkan sampai berhutang ke sana ke mari karena tidak ada masyarakat yang meminta jasa mereka.
"Guru mengaji biasa diundang ke TPQ, mushala dan sebagainya. Kini, penghasilan mereka tidak nol tapi minus. Saya dengar dari mereka banyak utang ke sana kemari," katanya.
Selama ini, mereka tidak mengharap gaji pemerintah dan memang belum ada. Fenomena serupa juga melanda para pengurus masjid.
"Kalaupun ada gaji dari pemda itu sekenanya. Mungkin ada honor para dai, marbut, tapi saat ini untuk bayar listrik saja masjid susah, jamaahnya tidak ada, biasa ada celengan untuk menghimpun dana tapi saat ini tidak. Marbutnya tidak bisa digaji, listriknya tidak bisa dibayar," katanya.
Menurut dia, para guru mengaji sejak sebelum Indonesia merdeka memiliki peran mencerdaskan masyarakat dan menjadi agen perdamaian. "Kalau tidak ada dai, kiai, guru mengaji mungkin negeri ini tidak cerdas dan damai," katanya.
Untuk itu, Yandri dalam kesempatan Raker DPR-Kemenag tersebut mengajak para eksekutif dan legislator untuk dapat mendorong adanya kebijakan yang memperhatikan para guru ngaji sebagai bentuk perhatian kepada mereka.
"Kami mengetuk, kita semua, anggota semua jajaran, kita mungkin tidak bisa menyentuh semua. Tetapi kalau tidak disentuh sama sekali itu salah. Guru ngaji, kiai, marbut, di sini kita penting hadir. Jika ada bantuan agar tepat sasaran, tidak disalahgunakan," katanya.