Sabtu 27 Jun 2020 06:29 WIB

Kepala BKKBN: Remaja Harus Paham Kesehatan Reproduksi

Pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini dapat menjaga remaja dari pergaulan bebas

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Gita Amanda
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjawab pertanyaan wartawan Republika saat wawancara khusus di kantor BKKBN, menyatakan pemahaman remaja akan kesehatan reproduksi merupakan hal penting mencegah pergaulan bebas.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjawab pertanyaan wartawan Republika saat wawancara khusus di kantor BKKBN, menyatakan pemahaman remaja akan kesehatan reproduksi merupakan hal penting mencegah pergaulan bebas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjaga kesehatan alat reproduksi bagi para remaja sangatlah penting namun hal ini masih dianggap tabu untuk dibicarakan. Padahal kesehatan reproduksi (kespro) penting untuk diteahui dan dilaksanakan.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkap banyak anak remaja yang juga masih malu untuk membicarakannya dengan orang tua mereka, begitu juga orang tua banyak yang merasa pembicaraan ini adalah pembicaraan tidak lazim dilakukan alias tabu.

Baca Juga

"Padahal pendidikan tentang kesehatan reproduksi sangat penting untuk dilakukan sejak dini untuk mencegah terjadinya permasalahan-permasalahan yang terkait dengan alat reproduksi pada remaja," ujarnya saat mengisi diskusi virtual Generasi Berencana (GenRe), Jumat (26/6).

Ia mencontohkan ketika ada seorang anak laki-laki yang kemaluannya tidak sempurna yang harusnya memiliki dua testis ternyata hanya memiliki satu. Namun karena orang tuanya merasa tabu mengecek reproduksi anaknya, sehingga sang buah hati tidak pernah diperhatikan.

Sang anak juga tidak mengetahui masalah kesehatan reproduksinya. Padahal, secara medis ini sangat berbahaya karena bisa menyebabkan penyakit mematikan seperti kanker nantinya.

"Padahal sejak awal seharusnya bisa mengenali ternyata ada ketidaksempurnaan. Jadi akhirnya harus dioperasi," katanya.

Sama halnya dengan anak perempuan jika di umur 14 tahun ternyata belum menstruasi. Hasto meminta para orang tua mengecek. Ia meminta orang tua menunggu sampai anak berusia 16 tahun, jika masih belum ada tanda-tanda datang bulan maka harus ke dokter untuk periksa kromosom karena dikhawatirkan ada kelainan.

Hasto menambahkan, pendidikan kesehatan reproduksi ini bisa diberikan di sekolah-sekolah, tidak harus dengan menunjukkan peraga alat kelamin langsung tetapi juga bisa dengan melalui animasi atau bisa dengan membuat dokumenter yang singkat tetapi jelas.

"Pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini dapat menjaga diri para remaja dari pergaulan bebas, lebih aware dengan perubahan pada dirinya dan juga dapat mendeteksi kelainan pada tubuhnya lebih dini," katanya.

Lebih lanjut, ia mengklakm BKKBN selalu melakukan terobosan-terobosan untuk mendekati para remaja terkait ketahanan remaja. Melalui program Generasi Berencana (GenRe) BKKBN mengembangkan ketahanan remaja di dalamnya.

Program GenRe dikembangkan dalam rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga bagi remaja melalui pemahaman tentang pendewasaan usia perkawinan. Ini mengedukasi remaja untuk menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan reproduksi.

Kemudian, GenRe program yang mengedepankan pembentukan karakter bangsa di kalangan generasi muda. GenRe merupakan wadah untuk mengembangkan karakter bangsa karena mengajarkan remaja untuk menjauhi pernikahan dini, seks pranikah dan napza guna menjadi remaja tangguh dan dapat berkontribusi dalam pembangunan serta berguna bagi nusa dan bangsa.

Lebih lanjut ia mengatakan program GenRe dilakukan dengan pendekatan langsung terhadap remaja serta orang tua yang memiliki anak remaja. Pendekatan kepada remaja dilakukan melalui pengembangan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja).

"Saat ini PIK Remaja berjumlah sekitar 23.579 tersebar di 34 Provinsi. PIK Remaja diharapkan menjadi wadah bagi remaja untuk berkumpul, berbagi cerita, berkreatifitas dan saling tukar informasi dengan teman sebaya mereka," ujarnya.

Sementara itu psikolog anak dan remaja Rosalina Verauli menambahkan, usia 12-13 tahun adalah puncak-puncaknya pubertas, dimana para remaja berubah cara berpikirnya, cara pandang, apa yang mereka lakukan seolah sangat penting, mudah emosi dan cenderung menjauh dari orang dewasa dan orang tua. PIK Remaja menjadi wadah untuk para remaja bercerita kepada pendidik sebayanya.

"Kalau mereka konsultasi di psikolog, kami hanya bisa memberi simpati tapi tidak empati, berbeda dengan pendidik sebaya yang bisa menempatkan diri di posisi mereka bisa memberikan simpati dan juga empati," kata Rosalina.

Perlu diketahui berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia tahun 2019 sebesar 268.074.600 jiwa dengan jumlah remaja sebesar 67.268.900 jiwa. Ini berarti bahwa jumlah remaja sebesar 25.09 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement