REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai respons PDI Perjuangan terhadap pembakaran bendera parpol dengan menempuh jalur hukum sudah tepat. Menurutnya, hal itu menunjukan kematangan PDIP sebagai parpol yang telah malang melintang dalam pergulatan politik nasional.
"Menempuh jalur hukum merupakan pilihan terbaik bagi PDIP dalam menyikapi aksi pembakaran bendera daripada membalas dengan aksi jalanan," katanya, melalui pernyataan tertulis, di Jakarta, Sabtu (27/6).
Karyono melanjutkan, sebagai partai yang sudah malang melintang dalam pergulatan politik nasional, PDIP tentu berpengalaman dalam menghadapi tantangan. Sebab menurutnya, sudah teruji mampu melewati tantangan yang lebih berat saat menghadapi tekanan rezim Orde Baru.
Berangkat dari pengalaman itu, lanjut dia, tentu semakin mendewasakan PDIP dalam menghadapi setiap gejolak yang datang. Menurutnya, sikap PDIP yang menempuh jalur hukum dalam merespons aksi penolakan yang disertai pembakaran bendera itu menunjukkan PDIP sudah mencium adanya provokasi yang ingin membenturkan PDIP dengan umat Islam dengan memanfaatkan isu penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang di-"framing" secara sistematis.
Karenanya, kata dia, mengambil langkah hukum merupakan pilihan yang bijak untuk menghindari bentrokan yang kontra produktif, apalagi di tengah situasi pandemik Covid-19 sekarang sangat sensitif untuk memicu kondisi chaos.
Dampak pandemik, Karyono mengingatkan telah meningkatkan kerawanan sosial sehingga diperlukan ekstra kewaspadaan terhadap pelbagai potensi yang dapat memicu konflik. "Situasi pandemik ini seperti padang ilalang di musim kemarau yang mudah terbakar. Indikasi adanya pihak-pihak yang menginginkan kondisi 'chaos' telah terbukti dengan adanya provokasi yang dilakukan kelompok anarko dan sejumlah aksi teror yang terjadi selama pandemik," ujarnya.
Terlepas dari itu, lanjut dia, demo yang disertai pembakaran bendera PKI dan PDIP tentu menyisakan pertanyaan, sebab pada awalnya demo ini tuntutannya adalah menolak RUU HIP dan menuntut agar RUU HIP dicabut. "Lantas apa korelasinya antara menolak RUU HIP dengan membakar bendera PKI dan PDIP? Di sinilah yang perlu diurai apa motivasinya," ucapnya menegaskan.
Jika dicermati pelbagai opini yang berkembang terkait dengan penolakan RUU HIP, lanjut dia, terdapat beragam pendapat dan kepentingan, sebab tidak semua yang menolak RUU HIP memiliki argumen yang sama, termasuk adanya perbedaan kepentingan di antara kelompok yang menolak RUU HIP.
"Ada yang murni menolak berdasarkan pertimbangan rasional, ilmiah dan dilandasi kebijaksanaan untuk kemaslahatan bangsa. Tetapi, di satu sisi, di tengah penolakan RUU HIP tercium aroma politik yang menyengat. Tujuannya mudah ditebak, yakni untuk menjatuhkan PDIP melalui 'framing' isu komunisme yang dilekatkan ke PDIP," ujarnya.