REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 50 persen pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) diperkirakan gulung tikar, akibat pandemi Covid-19. Maka pemerintah berupaya menyelamatkan UMKM, agar bisa menekan bertambahnya jumlah pengangguran dan tingkat kemiskinan.
"Setidaknya dari 40 survei memperkirakan separuh UMKM tidak akan mampu survive. Pemerintah berusaha membangkitkan UMKM dengan berbagai cara karena di sana ada 60 juta pengusaha UMKM, belum lagi jumlah tenaga kerjanya," kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki melalui siaran pers pada Ahad (28/6).
Ia menyebutkan, berbagai angkah yang dilakukan di antaranya mendorong UMKM menerima bantuan sosial (bansos), memberikan insentif pajak, relaksasi dan restrukturisasi pinjaman. Kementerian Koperasi (Kemenkop) UKM mencatat, ada 60,6 juta UMKM yang sudah terhubung dengan lembaga pembiayaan formal.
Langkah selanjutnya, kata Teten, yaitu memberikan pinjaman baru, termasuk pada koperasi, mendorong Kementerian dan Lembaga serta pemda menyerap produk UMKM, juga kampanye membeli produk lokal. "Semua kebijakan itu ditujukan agar daya beli masyarakat bisa tumbuh, sekaligus menggerakkan perekonomian," kata Teten.
Pemerintah, lanjutnya, juga memprioritaskan adanya transformasi UMKM, dari yang selama ini mengandalkan offline menjadi online atau ekonomi digital. Pandemi saat ini semakin mengharuskan UMKM masuk ekonomi digital.
"Saat ini baru 8 juta UMKM, atau 13 persen saja dari total UMKM, yang sudah terkoneksi secara digital," jelas dia.
Kemenkop menargetkan hingga akhir 2020 ada tambahan 2 juta UMKM yang bisa terhubung ke ekonomi digital. Dengan begitu, totalnya akan menjadi 10 juta UMKM.
Sayangnya, lanjut Teten, belum tentu UMKM yang sudah terhubung digital bisa bertahan. "Berbagai survei menunjukkan, tingkat keberhasilan UMKM yang masuk ekonomi digital berkisar hanya 4 sampai 10 persen," tutur dia.
Menurutnya, ada beberapa masalah yang menyebabkan itu terjadi. Berbagai masalah itu misalnya, UMKM sudah harus berhadapan dengan brand besar di pasar online, sementara kemampuan manajemen masih rendah, kapasitas dan volume produksi juga relatif kecil.
"Kasus bakpia pathok bisa jadi pelajaran, di mana pelaku UMKM sangat banyak, dengan volume produksi terbatas. Di sini perlu adanya konsolidasi brand, juga perlu ada rumah produksi bersama, sehingga bisa menjadi efisien," tegasnya.