REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia ikut memantau perusahaan teknologi Facebook, menyusul aksi boikot pemasangan iklan oleh sejumlah perusahaan di Amerika Serikat. Aksi ini terjadi setelah isu anti-rasisme mencuat di Amerika Serikat, memprotes kematian George Floyd.
Perusahaan besar, termasuk Unilever dan Verizon, menghentikan iklan mereka di platform tersebut sampai Facebook memberikan solusi yang dianggap layak untuk ujaran kebencian.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyebutkan, Facebook dan perusahaan lain dengan layanan over the top memiliki tanggung jawab terhadap seluruh konten yang dimuat. Termasuk di dalamnya, Facebook harus mampu memastikan bahwa konten yang diunggah pengguna dan iklan di dalamnya memiliki imbas positif dan jauh dari rasisme.
"Facebook dan perusahaan teknologi lainnya memiliki tanggung jawab menjaga konten yang selaras dengan UU. Di Indonesia, tentunya mereka tak boleh bertentangan dengan UU dan peraturan yang berlaku. Ruang digital ini harus bermanfaat bagi masyarakat," ujar Johnny, Ahad (28/6).
Mengenai aksi boikot, Kemenkominfo memberikan respons atas hal tersebut. Namun Johnny memastikan bahwa belajar dari kejadian di AS, perusahaan teknologi seperti Facebook harus benar-benar mampu menyaring kontennya agar sejalan dengan peraturan yang ada di Indonesia.
"Pemerintah berpegang pada UU yang berlaku dan mendorong perusahaan kedepankan konten positif," jelas Johnny.
Seperti diketahui berbagai perusahaan memboikot memasang iklan di Facebook karena jejaring media sosial terbesar dunia itu dianggap tidak bertindak cukup dalam mengatasi ujaran kebencian.
Aksi boikot iklan ini membuat kekayaan sang pendiri Facebook, Mark Zuckerberg merosot. Bloomberg melaporkan setidaknya kekayaan Zuckerberg menyusut 7,2 miliar dolar akibat boikot tersebut.
Saham Facebook anjlok 8,3 persen pada Jumat lalu sehingga nilai Facebook berkurang sekitar 56 miliar dolar. Akibatnya, kekayaan sang CEO pun turun menjadi 82,3 miliar dolar.