REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Meiliza Laveda
Sepanjang Jalan Kemuning, Kelurahan Pejaten, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (26/6) menjelang siang, itu terpantau kendaraan roda dua berlalu-lalang. Kawasan yang tidak jauh dari markas Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut memang sedang dibangun proyek jalan inspeksi Pasar Minggu. Proyek yang meliputi wilayah RW 06 dan RW 07 Pejaten Timur ini masih teradang pembebasan lahan. Wilayah RW 06 terdiri atas 16 RT, sementara lahan yang sudah dibebaskan baru mencapai wilayah RT 15.
Ketua RT 16 RW 06 Pejaten Timur, Sudarmaji (54 tahun), mengatakan, pembebasan tanah sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Dia menjelaskan, untuk wilayah RT 16, yang terkena proyek adalah lahan SD 011 Pejaten Timur, Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kemuning, dan satu rumah warga. Namun, untuk lahan sekolah dan RPTRA milik Pemprov DKI tidak menjadi masalah. Kendala adalah di satu rumah warga dengan status hak guna bangunan (HGB) yang belum belum ditindaklanjuti hingga kini.
Dia menuturkan, warga yang rumahnya terancam digusur sebenarnya telah menyiapkan surat-surat yang diperlukan. Sayangnya, ada keterlambatan aksi dari Dinas Bina Marga DKI yang bertanggung jawab mengurus proyek ini. Awalnya pihak warga yang terkena gusuran di RW 06, kata dia, menyiapkan segala macam berkas yang diperlukan sebagai ganti rugi.
Beberapa warga yang sudah memiliki surat pengakuan hak (SPH) pun rumahnya ikut tertunda untuk dibebaskan. “Kita malah bertanya ini yang perlu siapa buat pembangunan jalan?” kata Sudarmaji saat ditemui di rumahnya, Jumat (26/6).
Sudarmaji menuturkan, warga semuanya kooperatif dan mendukung adanya pembangunan jalan inspeksi dari Pertigaan Volvo sampai kawasan Pasar Minggu tembus Tanjung Barat ini. Karena sebelum dilakukan pembebasan lahan dan penggusuran sebagian rumah, kata dia, warga sudah menerima sosialisasi.
Selain itu, muncul hambatan terkait pemindahan gedung SD 011 Pejaten Timur yang direncanakan untuk digeser ke kawasan Poltangan. Namun, hingga kini Dinas Pendidikan DKI belum memiliki rencana lebih lanjut terkait pembongkaran bangunan sekolah.
Keluhan lain yang dirasakan Sudarmaji, yaitu keamanan lingkungan. Dia menyebut, warga mempertimbangkan untuk membuat portal pengamanan lingkungan. Namun, karena proyek masih tertunda, rencana yang sudah disepakati para ketua RT tidak kunjung terealisasi. Menurut dia, keamanan wilayah RW 6 Pejaten Timur, semenjak proyek pembangunan jalan tertunda, menjadi lebih riskan.
“Ada rumah bekas yang kosong belum diproses eh malah jadi markas tawuran. Rumahnya sudah ditinggalin (penghuninya), malah dimanfaatin buat yang enggak-enggak,” ujar Sudarmaji.
Sementara Ketua RT 15 Pejaten Timur, Kadir (59), menuturkan, ada 11 bidang yang sudah mempunyai SPH di RT 5 hingga RT 16, namun hingga kini belum diproses Pemprov DKI. Kabar terakhir, kata dia, kendala malah ada di Bina Marga DKI. Padahal, menurut Kadir, pemilik rumah sudah menyerahkan berkas yang diperlukan sudah hampir setahun lalu.
Kadir menyebutkan, secara umum warga di sini tidak mempermasalahkan adanya pembangunan jalan inspeksi. Namun, yang terjadi pemerintah malah tidak menuntaskan proyek itu. Kadir menyatakan, perwakilan RT dan RW sudah melaporkan masalah itu ke Bina Marga DKI.
Sayangnya, respons yang didapat hanya sebatas janji untuk menuntaskan proyek tak kunjung terwujud. “Kita juga mau ini cepat-cepat beres ya. Setahu saya sudah pada nyerahin di luar wilayah RT saya. RT saya ada tiga bidang. Ya cuma alasan dari Bina Marga belum ada uangnya gimana ya?”
Salah satu warga RT 15, Nining (40), yang mempunyai warung di pinggir jalan, mengutarakan pendapatnya antara setuju dan tak setuju dengan proyek jalan tembus. Dia menuding, proyek yang berhenti di tengah jalan tersebut mengganggu usahanya, terlebih adanya pandemi Covid-19 yang membuat pendapatan per harinya anjlok. Jika dulu ia bisa mengantongi Rp 1 juta, sekarang hanya sekitar Rp 200 ribu per hari.
“Susah sekarang nyari uang. Ini kan belum kelar ya proyeknya, orang lewat jadi jarang kan? Bisa dihitung jari," kata perantau dari Tasikmalaya, Jawa Barat, ini. Nining mengaku, sebelumnya mempunya dua pekerja, sekarang ia bekerja sendiri agar bisa tetap mengirim uang bulanan untuk kedua anak dan istrinya di kampung halaman. Dia berharap proyek jalan tembus segera selesai agar pengguna jalan yang melintas bisa meningkat seperti semula.
Dia semakin berat, lantaran proyek 'mangkrak' yang berada di samping jalur kereta ini turut menciptakan rasa tak aman bagi penghuni. Dia pun selalu waspada setiap malam, demi mengantisipasi kejadian yang tak diinginkan. “Agak waswas juga saya setiap malam ya karena kan letaknya pas pinggir jalan ya. Tapi, sejauh ini alhamdulillah enggak terjadi apa-apa,” ucap Nining.
Camat Pasar Minggu, Arief Wibowo, mengaku, ia belum mendapat keluhan dari warga terkait pembangunan jalan tembus itu. Dia menerangkan, proyek itu sudah diinisiasi sejak dua atau tiga tahun lalu, tapi target penyelesaian memang mundur. Dia mengatakan, warga malah menginginkan proyek tersebut cepat selesai.
Namun, ada hambatan terkait alokasi anggaran di dinas terkait. Hal itu lantaran sebagian dana Dinas Marga DKI digunakan untuk penanganan Covid-19. "Kan di situ kalau sudah macet ya gimana? Mereka berharap cepat," kata Arief.
Kabid Jalan Dinas Bina Marga DKI, Yudi Febriadi, mengatakan, hambatan proyek di Jalan Kemuning dipicu datangnya pandemi Covid-19. Alhasil, semua anggaran Dinas Bina Marga DKI dialokasikan untuk penanganan Covid-19. “Tahun ini tidak ada pembangunan. Rencana selesai kalau sudah dibebasin tahun depan. Ini cepet kok, tinggal 700 meter lagi,” kata Yudi. n