REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustadz Abdul Somad (UAS) melakukan diskusi secara virtual bersama budayawan Ridwan Saidi, Ahad (28/6). Diskusi virtual yang ditayangkan di akun Youtube Ustadz Abdul Somad Official itu membahas sejumlah hal, salah satunya tentang PKI.
UAS menanyakan kepada Ridwan Saidi yang pernah menjadi ketua umum PB HMI dan anggota DPR Fraksi PPP pada era Orde Baru itu tentang bagaimana cara PKI menarik minat masyarakat. UAS juga menanyakan apakah orang PKI itu beragama atau hanya sekadar gerakan.
Ridwan Saidi kemudian menjawab bahwa PKI tidak beragama. Namun, agama-agama itu dipakai untuk keperluan kampanye mereka.
"Kelompok kiri (PKI) itu tidak beragama seingat saya. Mereka tidak beragama, tapi agama-agama itu dipakai untuk keperluan kampanye," kata Ridwan.
Ridwan mencontohkan pengalamannya. Pada 1955 dia menyaksikan musik gambus dalam sebuah kampanye PKI. Orang akan mengira itu adalah partai Islam, padahal itu kampanye PKI.
Selain memanfaatkan gambus yang identik dengan seni dalam Islam, Ridwan mencontohkan, dalam kampanye Pemilu 1955, saat kampanye di kantong-kantong Islam, PKI mempropagandakan kepada masyarakat bahwa singkatan PKI adalah Partai Kiai Indonesia, padahal aslinya adalah Partai Komunis Indonesia.
Selain itu, PKI mengerahkan gelandangan masuk Jakarta. Di Jakarta, gelandangan itu diurus data kependudukannya dan dibuatkan KTP sehingga memiliki hak pilih. "Sehingga kami terkejut di Jakarta PKI nomor dua setelah Masyumi."
Menurut Ridwan, gerakan komunis adalah gerakan yang berkesinambungan. PKI mulai eksis pada pemberontakan Silungkang 1927. Kemudian, setelah melakukan pemberontakan di Madiun dan dilarang kegiatannya, PKI kembali mendapat izin untuk berpolitik pada 1952 hingga ikut Pemilu 1955.
Setelah itu, pada era Orde Baru, PKI memang tak bersuara. Namun, menurut Ridwan, setelah reformasi, anak-anak ideologis PKI berkesinambungan mencari wadah. Menurut Ridwan, musuh utamanya adalah Islam.