REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Penerima gadai atau yang menghutangkan kepada pemberi gadai tidak boleh menjual barang yang digadaikan kepadanya.
Jika pemberi gadai tidak bisa menebus barang yang digadaikannya maka hubungi hakim agar barang yang digadaikan itu ketika dijual tak menjadi ancaman hukuman dunia maupun akhirat.
"Akan tetapi yang harus dilakukan (penerima gadai) ialah melapor kepada hakim bahwa si peminjam tidak bisa melunasi hutangnya padahal sudah jatuh tempo," kata Ustaz Ahmad Zarkasih Lc dalam bukunya "47 Masalah Fiqih Klasik dan Kontemporer".
Ustadz Ahmad memastikan, jika si peminjam tidak melunasi hutang itu bukan sebab yang menjadi status kepemilikan pindah. Artinya si penerima gadai boleh menjual barang yang digadaikan kepadanya.
Untuk itu agar si penerima gadai mendapatkan kembali sesuatu atau uang dari pemberi gadai, maka pertama adalah menghubungi hakim agar pemberi gadai dapat mengembalikan uang sesuai waktu yang telah disepakati. Bukan menjual barang pemberi gadai tanpa melakukan komunikasi antar dua pihak dan hakim.
"Maka si Hakim yang akan memaksa si peminjam untuk menjual barang gadaian yaitu dan melunasi hutangnya dari hasil penjualannya itu," katanya.
Kalau tetap tak terpenuhi dengan hasil penjualan yang sama si peminjam tetap punya tanggunan kepada si pemberi pinjaman.
Kalau si peminjam tidak mau menjualnya, maka hakim yang akan menjual itu dan hasilnya akan dibayarkan kepada si pemberi pinjaman dengan jumlah yang telah dipinjam. "Kalau ada sisa, maka itu dikembalikan kepada pemilik barang yaitu si peminjam," katanya.
Atau, kata Ustadz Ahmad, bisa juga hakim memerintahkan si pemberi pinjaman yaitu orang yang menerima gadai tersebut untuk menjual barang tersebut, dan hasilnya diambil sebagai pelunasan utang itu.
Tentunya hal ini sepengetahuan si peminjam atau pemberi gadai alias orang yang meminjam dengan menjaminkan barang bergerak atau tidak bergeraknya.
Menurut Ustadz Ahmad, berbeda jika kedua belah pihak telah melakukan perjanjian, dan masing-masing sepakat untuk menjual barang gadaiannya, jika si peminjam tidak bisa melunasi hutang saat jatuh tempo maka Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu menjelaskan.
"Jika kedua pelaku gadai (pemberi gadai dan penerima gadai) memberikan syaratnya, maka syarat itu harus ditinjau lebih dahulu. Kalau syarat itu memang sejalan dengan akad gadai dan tidak merusaknya, seperti menjual barang gadai ketika jatuh tempo atau menjualnya dengan harga semisal atau manfaatnya untuk si pemberi gadai maka syarat gadainya sah. Karena akan menuntut itu (sejalan dengan akan gadai)".
Ustadz Ahmad menegaskan yang harus diperhatikan dalam jual beli barang sitaan gadai ialah bahwa si pemilik barang itu ialah tetap si pemberi gadai.
Dan ketika barang itu dijual pertama mesti sudah jatuh tempo, kedua dengan sepengetahuan pemilik barang yaitu pemberi gadai atau peminjam.
Jadi si pemberi hutang, atau penerima gadai tidak bisa seenaknya menjual tanpa ada pengetahuan dari si pemilik barang, yaitu si peminjam karena kalau ia menjualnya tanpa sepengetahuan si peminjam yang itu ialah pemilik barang jual belinya tidak sah. "Karena ia menjual barang yang bukan miliknya," katanya.