Senin 29 Jun 2020 12:20 WIB

Trump Buka Suara Soal Laporan Rusia Bayar Taliban Serang AS

Donald Trump mengaku tak mendapat info soal laporan Rusia bayar milisi Taliban.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Foto: Patrick Semansky/AP
Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengatakan tidak pernah diberi tahu tentang upaya Rusia untuk membayar hadiah kepada milisi buat membunuh pasukan AS di Afghanistan, Ahad (29/6). Pernyataan tersebut menanggapi laporan New York Times yang membongkar isu tersebut.

"Tidak ada yang memberi pengarahan atau memberi tahu saya, @VP Pence, atau Kepala Staf @MarkMeadows tentang apa yang disebut serangan terhadap pasukan kami di Afghanistan oleh Rusia," ujar Trump melalui akun Twitter.

Baca Juga

Trump meminta surat kabar itu untuk menyebutkan sumber anonim yang dikutip dalam mengabarkan kondisi tetsebut. "Semua orang menyangkalnya & tidak ada banyak serangan pada kami," katanya.

New York Times melaporkan pada Jumat (26/6) bahwa intelijen AS telah menyimpulkan bahwa unit intelijen militer Rusia memiliki kaitan dengan milisi Afghanistan. Moskow itelah menawarkan hadiah atas serangan yang berhasil dilakukan tahun lalu pada tentara AS dan koalisi. Uang tersebut terkucur kepada kelompok berhubungan dengan Taliban.

Gedung Putih dan Direktur Intelijen Nasional pada akhir pekan lalu membantah laporan itu. Kementerian Luar Negeri Rusia juga menolaknya tuduhan tersebut.

Sehari berikutnya, surat kabar itu menerbitkan laporan tambahan yang menguatkan dugaan itu. Pejabat anonim yang dikutip mengatakan pasukan intelijen dan Operasi Khusus AS di Afghanistan memperingatkan atasan pada Januari atas dugaan komplotan Rusia dalam membayar hadiah.

Ketua House of Representatives, Nancy Pelosi, mengatakan tidak mengetahui kasus tersebut. Dia meminta Kongres untuk diberi pengarahan persoalan itu.

Pelosi mengutip laporan New York Times menilai penolakan Trump sebagai bukti dari presiden mengabaikan tuduhan terhadap Rusia. Trump dinilai mengakomodasi keinginan Presiden Rusia, Vladimir Putin. “Ada sesuatu yang sangat salah di sini. Tetapi ini harus memiliki jawaban," kata Pelosi.

Pelosi menekankan, Trump telah mendukung Putin dengan mengurangi kepemimpinan AS di NATO. Presiden juga mengurangi pasukan AS di Jerman dan mengundang Rusia kembali ke G8.

Pelosi dan Ketua Badan Intelijen, Adam Schiff, juga mempertanyakan mengapa pemerintah diam saja.  Pemimpin Demokrat di Senat, Chuck Schumer, mendesak sanksi keras terhadap Rusia dalam RUU pertahanan. Dia menyatakan, Senat akan berdebat minggu ini tentang masalah itu.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement