REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 99 pengungsi dari Rohingya, Myanmar, diselamatkan setelah berbulan-bulan terombang-ambing di lautan 33 di antaranya merupakan anak-anak. Kepala Cabang ACT Lhokseumawe, Thariq Farline menyebut, pihaknya memberikan pendampingan psikososial bagi anak-anak tersebut agar mereka lebih terhibur dan tidak merasa tertekan.
"Kita melihat pengungsi kali ini didominasi oleh anak-anak dan perempuan. Bahkan bisa dibilang 30 persen dari jumlah total adalah anak-anaknya," ujar Thariq saat dihubungi Republika, Senin (29/6).
Sehari setelah diselamatkan, ACT melihat anak-anak ini tidak memiliki aktifitas. Selama beberapa waktu berada di atas laut, sedikit banyak dipastikan memengaruhi kondisi mental atau psikologis mereka.
Bekerja sama dengan tim Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) setempat, ACT mulai menjalankan pendampingan psikososial sejak Ahad (28/6) kemarin. Beberapa kegiatan yang dibuat adalah belajar mengaji, permainan ringan, serta belajar menghitung.
"Kegiatan-kegiatan ringan kita buat, tujuannya untuk membuat mereka rileks, santai, nyaman. Kita ingin mereka merasakan bagaimana kehidupan anak-anak pada umumnya, tanpa tekanan atau stres," kata Thariq.
MRI disebut berasal dari beragam latar belakang, termasuk psikolog, guru, dan perawat. Di lokasi sementara penampungan pengungsi ini, semua melebur untuk memberikan kehidupan yang aman dan nyaman.
Thariq menyebut selain melakukan pendampingan psikososial, sejak hari pertama ACT Aceh telah mengulurkan bantuan. Makanan diberikan kepada pengungsi untuk mengembalikan gizi dan nutrisi mereka.
Saat ini, pihaknya juga menunggu tiga armada yang diberangkatkan oleh ACT Pusat, yakni Humanity Food Truck, Humanity Water Truck, dan sebuah mobil pick up kabin ganda. Dengan keberadaan food truck nantinya, ia menyebut program yang diberikan bisa lebih massif.
Armada Ambulance pre-Hospital juga sedang dinanti kehadirannya. Nantinya kendaraan ini akan disediakan di lokasi pengungsi untuk masyarakat sekitar dan pengungsi Rohingya.
"Insya Allah program kemanusiaan kami harapannya tidak menimbulkan kesenjangan sosial. Jadi kita berikan juga bantuan untuk masyarakat sekitar," lanjutnya. Program beras gratis juga sudah dicanangkan akan dilakukan untuk warga di lokasi pengungsian.
Thariq menyebut kondisi pengungsi saat ini lebih baik dari hari pertama saat mereka bersandar di Aceh. Selama ini mereka hidup dipenuhi bayang-bayang kekhawatiran, ancaman, dan ketakutan.
Di lokasi, ada banyak pihak yang bersinergi membantu mereka agar menjadi lebih baik. Lembaga seperti Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), serta lembaga kemanusiaan lainnya hadir bekerja sama dengan pemerintah setempat.
Saat ini, 99 pengungsi ini ditempatkan sementara di bekas kantor Imigrasi blang mangat, Kota Lhokseumawe, Aceh. Nantinya, mereka akan dipindahkan ke Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) di Desa Meunasah Mee Kandanh, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Aceh.