REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong sektor industri berperan dalam peningkatan produksi dan kualitas garam nasional. Hal ini sejalan dengan kebutuhan garam yang semakin meningkat di pasar domestik, baik untuk garam industri maupun konsumsi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 88 Tahun 2014 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Garam, bahan makanan yang kerap menjadi penyedap rasa ini dibagi menjadi dua kategori. Yaitu garam konsumsi dan garam industri. Garam konsumsi merupakan garam yang digunakan konsumsi masyarakat atau dapat diolah menjadi garam rumah tangga.
Sedangkan, garam industri yakni garam yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong. Biasanya digunakan pada proses produksi pada industri kimia, aneka pangan, farmasi, perminyakan, penyamakan kulit, dan water treatment. Garam industri tersebut memiliki spesifikasi teknis berbeda tergantung jenis industrinya.
“Dengan tren kebutuhan garam yang terus naik. Perlu upaya ekstra meningkatkan produksi nasional baik dari sisi kapasitas maupun kualitasnya,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi di Jakarta, pada Senin, (29/6).
Guna mendorong pelaku IKM pengolahan garam supaya melakukan proses adopsi transformasi digital, Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand Industri) Surabaya sebagai salah satu unit kerja di bawah BPPI Kemenperin menggelar Diseminasi Online Hasil Penelitian Baristand Industri Surabaya (DOLAN BISBY) pada 2020. Kegiatan itu diikuti sebanyak 180 peserta yang berasal dari instansi pemerintah, pelaku industri, peneliti atau perekayasa dan pemerhati garam, serta akademisi.
Terkait pelaksanaan riset dan inovasi, Doddy menambahkan, Baristand Industri Surabaya perlu membuka jaringan kerja sama atau koordinasi dengan industri dan instansi terkait termasuk pemerintah daerah. Dengan begitu, hasil penelitian yang dilakukan bisa secara efektif mengatasi permasalahan yang terjadi pada sektor industri.
Kepala Baristand Industri Surabaya Aan Eddy Antana menyampaikan, terus berupaya menunjukkan peran aktifnya dalam mendukung usaha pemerintah memajukan dan meningkatkan kualitas garam nasional. “Salah satu tantangan di IKM garam konsumsi beryodium, yaitu perlunya meningkatkan quality control terhadap produk yang dihasilkan, terutama dalam pengujian KIO3 (Kalium iodat),” ujarnya.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3556-2010 tentang Garam Konsumsi Beryodium, kadar minimal KIO3 yang dipersyaratkan adalah minimal 30 mg per kilogran (kg) atas dasar bahan kering (adbk). Hanya saja menurut Aan, sebagian kompetensi IKM pengolahan garam di dalam negeri belum mampu memenuhi SNI itu sehingga sulit bersaing di pasar.
Maka Baristand Industri Surabaya menciptakan alat uji KIO3 menggunakan titrator otomastis yang dirancang dengan mengacu pada metode titrasi sesuai SNI 3556-2010. Alat uji ini dilengkapi sensor warna dan step counter.
Sensor warna tersebut akan membaca perubahan warna endpoint proses titrasi dan memberikan perintah untuk menghentikan titrasi. Informasi yang dihasilkan oleh sensor warna dan sensor jarak disampaikan ke software yang telah dibangun di mikrokontroler untuk dihitung kadar KIO3 dalam sampel garam.