REPUBLIKA.CO.ID,CIBINONG -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor, Jawa Barat menggelar seleksi ujian masuk Pendidikan Kader Ulama (PKU) angkatan XIVdalam rangka mendukung Program Pancakarsa Kabupaten Bogor, khususnya "Karsa Bogor Berkeadaban".
"Alhamdulillah kami konsisten menyelenggarakan PKU hingga angkatan ke-14, hal inilah yang membedakanMUI Kabupaten Bogor dengan MUI lain di Indonesia, bahkan kami mendapatkan apresiasi dari MUI pusat, Kementerian Agama, bahkan Presiden Joko Widodo," kata Ketua MUI Kabupaten Bogor, KH Ahmad Mukri Aji di Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin (29/6).
Menurut dia pada seleksi yang dilaksanakan selama dua hari, yakni Sabtu (27/6) dan Ahad (28/6), terkumpul 148 peserta yang berasal dari utusan MUI tingkat kecamatan, pondok pesantren, ormas Islam, dan instansi pemerintahan.
Dari 148 orang peserta, akan dipilih sebanyak 50 orang peserta terbaik berdasarkan penilaian. Nantinya PKU angkatan XIV ini akan dilaksanakan di Wisma Dharmais, Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor selama empat bulan pada waktu yang belum ditentukan.
Adapun ujian seleksinya meliputi kajian Alquran dan hadits, bahasa Arab, Qiroatul Kutub (membaca Kitab Kuning), wawasan kebangsaan, keislaman, Kebogoran, dan wawancara khusus. Untuk ujian, kata AhmadMukriAja, dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai yang diperintahkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Bogor.
Sementara itu, Ketua Alumni PKU, Saepudin Muhtar alias Gus Udin memberikan motivasi kepada para peserta PKU angkatan XIV, mengenai hidup yang merupakan proses pembelajaran.
"Belajar yang saya maksud bukan dalam arti pendidikan formal, melainkan belajar di universitas kehidupan yang sesungguhnya. Karena setiap waktu kita terus belajar dan akan terus begitu sepanjang hayat kita, pendidikan seumur hidup)," katanya.
Ia mengajarkan mengenai empat fase yang dilalui manusia pada umumnya, yakni fase awal, fase pengenalan, fase pengakuan, dan fase penghormatan. "Dalam hidup ini sejatinya manusia melalui empat fase yaitu daurah musta'malah, daurah mu'tarafah, daurah mu'tabarah, dan daurah muhtaromah," demikian Saepudin Muhtar.