REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengatakan, menjelaskan persidangan daring memiliki sejumlah kelemahan. Salah satunya saat tahap pembuktian dalam persidangan. Belum lagi koneksi jaringan yang tak stabil.
"Akan lebih efektif sebenarnya kalau sidang langsung dalam hal pembuktian. Ini sedikit kurang efektif dalam hal pembuktian kalau menggunakan online," ujar Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (29/6).
Kendati demikian, ia melihat persidangan daring merupakan salah satu terobosan baru selama pandemi Covid-19. Karena itu, ia mendorong hal tersebut diatur dalam revisi UU KUHAP.
"Terobosan positif ini tentunya perlu dikukuhkan menjadi norma baru melalui revisi KUHAP. Ke depan saya mengharapkan hal-hal yang darurat ini mungkin ada aturannya yang baku," ujar Burhanuddin.
Jaksa agung mengaku telah menginstruksikan seluruj kejaksaan di Indonesia untuk menggelar persidangan secara daring selama pandemi Covid-19. Hingga 29 Juni 2020, setidaknya kejaksaan telah berpartisipasi dalam 95.600 persidangan secara daring.
"Kita telah melaksankan sidang sebanyak 95.600 pelaksanaan sidang online. Kemudian untuk tindak pidana khusus, ada 625 pelaksanaan sidang untuk pidana khusus,” ujar Burhanuddin.