REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Juru bicara pemerintah Jepang mengatakan, Yoshihide Suga Selasa (30/6), mengatakan langkah China mengesahkan Undang-Undang (UU) Keamanan Nasional untuk Hong Kong, sangat disesalkan Langkah tersebut dinilai sudah merusak kredibilitas di formula tata kelola 'satu negara, dua sistem'.
"Kami akan terus bekerja dengan negara-negara yang terlibat untuk menangani masalah ini secara tepat," ujar Kepala Sekretaris Kabinet itu pada konferensi pers ketika ditanya tentang laporan bahwa parlemen China baru saja mengesahkan UU itu.
Suga mengatakan, Jepang akan terus berkomunikasi secara erat dengan Amerika Serikat (AS) dan China dalam perkembangan penerapan aturan itu. Dia menegaskan, hubungan yang stabil antara kedua kekuatan global itu penting untuk keamanan regional dan global.
Undang-undang tersebut dinilai akan mendorong Beijing lebih jauh mengikis tingkat otonomi tinggi yang diberikan pusat keuangan global sejak penyerahan dari Inggris pada 1 Juli 1997. AS mulai menghilangkan status khusus Hong Kong sejak awal pekan ini, menghentikan ekspor pertahanan dan membatasi akses wilayah itu ke produk-produk teknologi tinggi.
Hong Kong menjadi salah satu dari serangkaian konflik yang terjadi di antara China dan AS saat ini. Kedua negara sudah berselisih mulai dari masalah perdagangan, Laut China Selatan, kelompok minoritas Muslim Uighur, hingga menangani pandemi virus corona.
Penerapan UU Keamanan itu pun nyatanya mendapatkan penentangan dari berbagai pihak. Sebelumnya, Inggris mengatakan hukum keamanan akan melanggar kewajiban internasional China dan perjanjian penyerahannya. Padahal saat itu, Beijing menjanjikan Hong Kong pada tingkat otonomi tinggi selama 50 tahun di bawah formula 'satu negara, dua sistem'.
Parlemen Eropa pada Juni mengesahkan resolusi yang menyatakan, Uni Eropa harus membawa China ke Pengadilan Internasional di Den Haag, jika Beijing memberlakukan hukum tersebut. Para menteri luar negeri dari Kelompok Tujuh (G7) juga telah meminta China untuk tidak mendorong pengesahan UU tersebut.