Selasa 30 Jun 2020 17:01 WIB

Lindungi Keluarga Indonesia dari Agenda Perubahan

Ada kelompok yang menganggap hidup keluarga Indonesia ketinggalan zaman.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Lindungi Keluarga Indonesia dari Agenda Perubahan. Foto: Prof  Dr  Ir Euis Sunarti MSi  dari IPB,
Foto: Dok SCB
Lindungi Keluarga Indonesia dari Agenda Perubahan. Foto: Prof Dr Ir Euis Sunarti MSi dari IPB,

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Penggiat Keluarga (Giga) Indonesia mengadakan sesi Dialog Nasional, Ketahanan dan Perlindungan Keluarga dalam rangka peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-27 pada 2020, Selasa (30/6). Dalam kesempatan ini, Guru Besar IPB bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga, Euis Sunarti, menyampaikan pentingnya melindungi keluarga dari agenda perubahan oleh beberapa elite.

"Ada segelintir elite yang ingin mengubah pola hidup keluarga Indonesia. Mereka menganggap pola yang sekarang tidak sesuai dengan perkembangan zaman," kata Euis dalam paparan diskusi melalui aplikasi Zoom dan Youtube pada Selasa (20/6).

Baca Juga

Euis mengungkapkan, dalam konsep keluarga Indonesia ada empat hal yang menjadi landasan. Pertama, hirarkis dan harmonis, kedua keadilan, keseimbangan, bukan kesetaraan, ketiga pengakuan keragaman, pembagian fungsi tugas, keempat natural family bukan keluarga tradisional.

Dalam konsep hirarki, suami disebut sebgai seorang kepala keluarga, dan ini tidak berarti leaki-laki menjadi seorang penindas. Sementara orang yang menginginkan perubahan menyebutkan ini sebagai penindasan, mereka ingin adanya kesetaraan. Euis mengatakan, dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga hal ini sudah ditentang.

Euis menjelaskan, suami tetap menjadi orang yang harus bertanggung jawab dalam keluarga. Kemudian juga membangun peran masing-masing dengan fungsi dan tugas yang seimbang, dan menjalin keharmonisan. Dan ini bukan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang diinginkan oleh elit perubahan.

Mereka yang menginginkan perubahan, ingin adanya kesamaan antara laki-laki dan perempuan. Di antaranya, pembagian pengasuhan anak dengan jam yang sama, jumlah sumbangan ekonomi suami dan istri harus sama, kalau tidak ini akan dianggap diskriminasi, dan lain halnya.

Menurut Euis, hal tersebut merupakan kondisi yang tidak mungkin dijalankan. Terdapat perbedaan antara laki-laki dengan wanita, masing-masing memiliki peran dan tugas yang berbeda.

Kelompok perubahan tersebut juga menyerukan perubahan dengan menyebut hak asasi manusia, di antaranya kesetaraan gender, gender identity, gender expression, dan sexual orientation yang disebut mereka berhak menentukan siapa saja yang diingnkan. Mereka menyerukan paham feminisme dan Convention on the Eli mi nation of All Forms of Discri mina tion Against Women (CEDAW). Kelompok tersebut anti patriarki-hirarki, dan menuntut otonomi tubuh perempuan.

"Pertahankan Undang-undang perkawinan, dan perjuangkan RUU Ketahanan keluarga, pesan Allah Subhanahu wa Ta'ala jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka," ucap Euis.

Di samping itu, Guru Besar Unpad bidang hukum, Atip Latipulhayat mengatakan, agenda perubahan global ingin masuk, dan mengubah secara radikal orientasi dari keluarga Indonesia.

"Masalah keluarga Indonesia sudah ada dalam konstitusi. Masalah keluarga merupakan bagian dari hak asasi manusia, negara memiliki tanggung jawab, negara memiliki perlindungan dan pemenuhan," kata Atip.

Dalam pasal 28 B ayat satu disebutkan, setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Kemudian dalam ayat kedua, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Undang-undang terkait dengan keluarga, ada dalam UU no. 1/1974 tentang perkawinan, UU No.4/1979 tentang kesejahteraan anak, UU No.52/2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, dan UU No.16/2019 tentang perubahan atas UU No.1/1974 Batas Usia perkawinan.

Adapun pernikahan merupakan ikatan lahir batin anatara seorang pria dengan wanita seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.

Keluarga merupakan kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah dan atau ibu dan anak. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdoro dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement