Selasa 30 Jun 2020 16:58 WIB

Hukum Menggunakan Produk Perusahaan Pendukung LGBT

Umat Islam harus meninggalkan setiap barang-barang yang sifatnya syubhat.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Hukum Menggunakan Produk Perusahaan Pendukung LGBT. Sabun muka (ilustrasi).
Foto: etsy.com
Hukum Menggunakan Produk Perusahaan Pendukung LGBT. Sabun muka (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu lalu, sebuah perusahaan multinasional secara terang-terangan menyatakan dukungannya pada perilaku penyimpangan seksual Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBTQ). Hal itu pun memantik reaksi dari berbagai pihak hingga menyerukan pemboikotan produk-produk perusahaan itu.

Masalahnya, produk-produk perusahaan itu mulai dari makanan, minuman, pembersih dan perawatan tubuh sudah umum dikonsumsi dan dibutuhkan masyarakat. Lalu bagaimana solusinya menurut Islam? Apa hukumnya menggunakan produk-produk perusahaan yang mendukung LGBT?

Baca Juga

Ketua Komisi Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Huzaemah Tahido Yanggo menjelaskan pada dasarnya umat Islam harus meninggalkan setiap barang-barang yang sifatnya syubhat, terlebih yang sudah jelas status keharaman dari barang tersebut. Terkecuali bila dalam keadaan darurat dan tidak ada barang lain yang dapat digunakan, dikonsumsi, atau dipakai. Maka barang-barang yang mulanya sifatnya berstatus syubhat atau haram bisa digunakan. 

Begitu pun ketika ada perusahaan multinasional yang secara terang-terangan mendukung LGBT. LGBT merupakan perilaku menyimpang yang diharamkan oleh agama Islam.

Maka menurut Prof Huzaemah, bagi umat Islam semestinya sekuat tenaga tidak menggunakan produk-produk perusahaan yang mendukung LGBT itu. Sehingga dengan tidak menggunakan produk perusahaan itu seorang Muslim terhindar dari tergolong sebagai orang yang turut mendukung LGBT. 

"Karena perusahaan itu mendukung sesuatu yang haram, berarti (produk-produk yang dijual) itu digunakan sebagai alat untuk berbuat haram lagi nantinya. Berarti kita mendukung, karena itu kita hindari supaya kita tidak ikut dapat dosa. Kecuali kalau tidak ada yang lain sementara kita butuh, itu boleh," kata Huzaemah kepada Republika.co.id.

Huzaemah menjelaskan umat Muslim boleh menggunakan produk-produk perusahaan yang mendukung LGBT bila produk tersebut sangat darurat dibutuhkan, sementara tidak ada produk sejenis dari perusahaan lainnya yang tidak mendukung perbuatan LGBT. Dalam artian hanya perusahaan yang mendukung LGBT yang mengeluarkan produk itu. Huzaemah mengistilahkan dengan bil hajat atau bil darurah yakni karena sebab kebutuhan dan darurat. 

Huzaemah menjelaskan kondisi ini sama seperti ketika seorang Muslim berada di tengah hutan dan tidak ada makanan lain yang bisa di makan kecuali babi. Sementara Muslim itu sangat kelaparan dan membutuhkan makanan. Maka diperbolehkan untuk memakan babi. 

Kendati demikian, menurut Huzaemah bagi umat Muslim untuk meninggalkan penggunaan produk-produk perusahaan yang mendukung LGBT agar tidak masuk kedalam golongan orang yang mendukung LGBT. Sebagaimana ditegaskan dalam surat Al Maidah ayat 2 agar tidak tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

Selain itu, hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori bahwa barangsiapa yang memberikan petunjuk pada kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan jelek itu dan dosa dari orang yang mengamalkannya setelah itu tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun. Selain itu hadits lainnya bahwa siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia tergolong kaum itu. 

"Perkara syubat saja dikatakan orang yang melaksanakan syubhat terkadang itu juga haram, apalagi ini yang jelas-jelas. Orang yang mendukung perbuatan tidak baik berarti sama dengan orang yang berbuat tidak baik itu," katanya. 

Karena itu menurut Huzaemah adanya sikap untuk memboikot produk-produk perusahaan yang mendukung LGBT merupakan sikap yang benar. "Iya perlu boikot. Diimbau saja kaum Muslimin, suatu yang haram itu dijelaskan keharamannya. Dijelaskan haditsnya. Kau kita mendukung apa yang dia kerjakan walau kita tidak melaksanakan maka sama dengan mengerjakannya," katanya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement