REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Cimahi mengungkap kasus pengoplosan daging celeng dengan daging sapi yang dijual ke masyarakat sebagai bakso dan rendang. Kapolres Cimahi, AKBP Yoris Marzuki mengatakan kasus itu berawal dari pasangan suami istri berinisial T (45) dan R (24). Mereka menjual daging celeng atau babi hutan di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat yang merupakan wilayah hukum Polres Cimahi.
"Ketika diamankan, sepasang suami istri dari daerah Padalarang mengakui bahwa perbuatannya sudah dilakukan sejak 2014. Yang bersangkutan memiliki empat orang pelanggan," kata Yoris di Polres Cimahi, Jalan Jenderal Amir Mahmud, Kota Cimahi, Jabar, Selasa (30/6).
Empat pelanggan tetap itu, kata dia, berada di Majalaya, Tasikmalaya, Purwakarta, Cianjur, dan Bandung. Para pelanggan yang juga kini ditetapkan sebagai tersangka itu, menjadikan daging celeng sebagai bahan baku olahan makanan yang dijual seolah-olah daging sapi seperti bakso dan rendang.
Berdasarkan hasil pengembangan, menurutnya daging celeng dari kedua pasangan tersebut dijual dengan harga Rp 50 ribu per kilogram. "Dijualnya dengan cara dioplos dengan menggunakan daging sapi impor maupun daging sapi lokal, dengan perbandingan dua kilogram daging sapi impor dicampur satu kilogram daging celeng," ungkap dia.
Dia menyatakan motif para pelaku itu yakni mengejar keuntungan. Karena, jika dianalogikan, daging celeng yang memiliki harga Rp 50 ribu per kilogram itu dijual seperti daging sapi seharga Rp 100 ribu per kilogram. Namun Yoris memastikan, daging oplosan itu tidak beredar secara umum ke masyarakat melalui pasar. Para penjual pasangan suami istri itu, menurutnya menjual dengan cara di antar-langsung kepada para pelanggan.
"Untuk di Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat saat ini masih belum ada pengakuan. Namun kita masih melakukan pendalaman. Tidak menutup kemungkinan ada (pelanggan) di wilayah kita juga," ucapnya.
Dari kasus itu, para penjual dan pelanggan daging oplosan itu dikenakan Pasal 62 Ayat 1 atau 2 Jo Pasal 8 ayat 1 huruf d UU RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Pasal 91 A Jo Pasal 58 Ayat 6 Undang Undang RI Nomor 41 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Mereka terancam hukuman selama lima tahun penjara.