REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dampak pandemi Covid-19 memukul industri pertambangan nasional, tak terkecuali industri tambang pelat merah. Hingga akhir tahun, holding tambang memproyeksikan kontribusi ke negara anjlok hingga 50 persen.
Direktur Utama Mining Industrial Indonesia (MIND ID), Orias Petrus Moedak menjelaskan, hingga akhir tahun, holding pertambangan hanya bisa memberikan kontribusi ke negara sebesar Rp 10 triliun hingga Rp 11 triliun saja. Angka ini anjlok 50 persen jika dibandingkan kontribusi holding pada 2019 yang mencapai Rp 22,9 triliun.
"Kuartal satu tahun ini kontribusi kami pada penerimaan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Akhir tahun kami masih berharap bisa membukukan paling tidak di angka Rp 10 triliun. Memang penurunannya sampai 50 persen," ujar Orias di Komisi VII DPR RI, Selasa (30/6).
Orias menjelaskan penurunan ini sejalan dengan penurunan permintaan pasar karena dampak Covid-19. Ia menjelaskan misalnya saja di sektor batu bara yang permintaannya dari PLN turun karena konsumsi listrik juga menurun.
"Penurunan demand yang siginifikan di Batubara, terutama dari PLN dan pemakaian listrik. Ini menurunkan produktivitas PTBA dan juga penurunan harga batu bara global," ujar Orias.
Tak hanya penurunan permintaan, salah satu penyebab anjloknya penerimaan negara dari sektor tambang juga dipengaruhi oleh anjloknya harga komoditas. Ia mencontohkan untuk alumunium saja pada awal tahun holding memprediksi harga bisa menyentuh 1.894 dolar AS per ton, realisasinya saat ini harga alumunium hanya 1.500 dolar AS per ton.
"Semua komoditas itu mengalami penurunan. Alumunium, bauksit, timah, tembaga, batubara. Paling hanya emas saja yang memang masih mencatatkan harga yang baik, malah cenderung mengalami peningkatan," ujar Orias.