Selasa 30 Jun 2020 23:50 WIB

Keraguan Aneksasi Tepi Barat di Tengah Kabinet Israel

Aneksasi Tepi Barat diragukan sendiri oleh sejumlah pejabat Israel.

Aneksasi Tepi Barat diragukan sendiri oleh sejumlah pejabat Israel. Pandangan pemukiman Yahudi Tepi Barat.
Foto: AP / Oded Balilty
Aneksasi Tepi Barat diragukan sendiri oleh sejumlah pejabat Israel. Pandangan pemukiman Yahudi Tepi Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM— Seorang menteri di Israel pada Selasa (30/6) menyampaikan keraguannya mengenai kemungkinan langkah besar untuk mencaplok permukiman Yahudi di Tepi Barat pada 1 Juli, yang merupakan titik awal yang direncanakan untuk debat kabinet tentang masalah aneksasi tersebut.

Menteri Pendidikan Tinggi Israel, Zeev Elkin, mengatakan Israel belum menerima "lampu hijau" atau dukungan dari Amerika Serikat untuk memperluas kedaulatannya di beberapa wilayah di Tepi Barat, yang dikehendaki Palestina untuk menjadi bagian negaranya. Elkin merupakan anggota Partai Likud yang mendukung pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Baca Juga

Para pemimpin Palestina, Perserikatan Bangsa-Bangsa, negara-negara di Eropa dan wilayah Teluk Arab mengecam rencana pencaplokan wilayah di Tepi Barat, yang dirampas Israel dalam perang pada 1967.

"Siapapun yang menggambarkan tentang segala sesuatu yang dapat terjadi dalam satu hari pada 1 Juli, dia sendiri yang akan menanggung risikonya," kata Elkin saat diwawancarai Army Radio. "Mulai esok hari (1/7), kita mulai menghitung waktu," ujar dia.

Sejauh ini, pemerintah belum mengumumkan jadwal rapat untuk membahas rencana aneksasi tersebut.

Sejumlah pejabat Amerika Serikat saat ini berada di Israel dalam upaya Gedung Putih untuk memenangkan konsensus pemerintah Israel untuk langkah aneksasi, seperti yang ditetapkan dalam usulan rencana perdamaian Israel dan Palestina yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada Januari 2020.

Usulan rencana perdamaian AS itu menyerukan untuk Israel dapat memperluas kedaulatannya di 30 persen dari wilayah Tepi Barat, sementara Palestina dapat membentuk negara dengan syarat-syarat ketat. Israel telah menduduki lahan di Tepi Barat selama puluhan tahun dengan membangun permukiman.

Rakyat Palestina mengatakan usulan rencana perdamaian itu akan membuat upaya untuk mendirikan negara Palestina di wilayah Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur menjadi mustahil. Selain itu, sebagian besar negara-negara di dunia menilai pembangunan permukiman di Tepi Barat sebagai langkah ilegal.

Namun,Netanyahu mengatakan orang-orang Yahudi memiliki klaim hukum, sejarah dan moral terhadap wilayah Tepi Barat, yang adalah Yudea dan Samaria secara alkitabiah. 

Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz, yang adalah bagian dari koalisi pendukung pemerintah, mempunyaipandangan yang berbeda mengenai rencana aneksasi. Usulan aneksasi itu didorong PM Netanyahu yang berasal dari partai sayap kanan di Israel.

Sementara Gantz,saat diwawancarai situs berita YNet pada Selasa, menegaskan kembali bahwa Israel perlu mengikutsertakan Palestina dan menghimpun dukungan internasional untuk rencana perdamaian Israel-Palestina yang diusulkanTrump sebelum bertindak secara sepihak untuk mencaplok wilayah Tepi Barat.

 

 

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement