REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Selamat Ginting/Wartawan Senior Republika
Kereta melaju cepat. Melewati sejumlah stasiun. Meninggalkan Kota Pahlawan, Surabaya. Saat revolusi kemerdekaan, arek-arek (pemuda) Suroboyo mempertahankan kemerdekaan dari serangan penjajah.
Di dalam rangkaian kereta api, ada dua orang sahabat. Keduanya Mayor Angkatan Darat (AD) berusia sekitar 34-36 tahun. Dengan tenang duduk di kursi. Sampailah sang kondektur kereta api berpakaian jas, di tempat keduanya duduk.
"Mana karcisnya, Pak?"
"Kami tidak punya karcis," jawab seorang Mayor muda itu.
"Tidak bisa, Pak. Bapak harus turun dari kereta."
"Baik, kami akan turun."
Kedua Mayor itu dengan tenang, tanpa melakukan perlawanan. Menuruti perintah sang kondektur. Mereka akan turun di stasiun pemberhentian pertama.
Yang mengejutkan, mereka tidak menunjukkan identitasnya sebagai Mayor AD. Mereka menyadari kekeliruannya. Turunlah dua arek Suroboyo itu di sebuah stasiun. Lalu, berjalan keluar dari stasiun menuju jalan raya. Mencari bus yang bisa membawa mereka.
Tujuan mereka hendak ke Bandung. Perhitungan mereka, jika naik kereta api akan tiba di Bandung, pukul 01.00 WIB dini hari. Akhirnya mereka mendapatkan bus ekonomi. Alhasil, sampai di Bandung, pukul 07.00 WIB. Selisih enam jam.
“Saat itu uang kami memang terbatas. Bahkan kami terpaksa pulang ke Surabaya, dua pekan sekali, karena uang untuk ongkos itu memang sedikit sekali,” katanya menceritakan.
Kedua Mayor bersahabat itu adalah perwira siswa (pasis) Sekolah Staf dan Komando Angatan Darat (Seskoad) di Bandung. Kursus regular tahun 1999/2000. Usai lulus, keduanya menduduki jabatan komandan batalyon (danyon). Dan sudah bisa membayat tiket kereta api.
Suatu ketika, sang Letkol naik kereta lagi. Bertemu dengan kondektur yang pernah memaksanya turun. “Ini karcisnya, Pak,” katanya tersenyum. Sang kondekturnya pun menerima karcis itu dan mengucapkan terima kasih.
Sukoharjo dan Solo
Dua puluh tahun kemudian, kedua Mayor itu menduduki jabatan bintang tiga di Markas Besar AD (Mabesad). Mayor yang dahulu bercerita itu kini berpangkat Letnan Jenderal (Letjen) TNI. Dialah, Letjen TNI R Wisnoe Prasetja Boedi, selaku koordinator staf ahli Kepala Staf Angkatan Darat (koorsahli KSAD).
Letjen Wisnoe menceritakan pengalaman uniknya yang bersajaha, namun salah. Dia menceritakan kepada penulis saat acara olahraga bersama dan minum kopi pagi bersama pimpinan media massa dan wartawan di Mabesad, Rabu (24/6) lalu.
Kedua Mayor yang dimaksud adalah Mayor (Infanteri) Wisnoe Prasetja Boedi dan Mayor (Zeni) Mochamad Effendi. Usai Seskoad Mayor Wisnoe menjadi danyon 413, Brigif 6/Kostrad di Sukoharjo, Jawa Tengah. Sedangkan Mayor Effendi menjadi danyon Zikon 11, Menzikon, Pusziad di Jakarta.
Keduanya bersahabat sejak taruna, dan lulus Akademi Militer (Akmil) 1986, satu tahun di atas KSAD Jenderal Andika Perkasa, abituren Akmil 1987. Yang menarik, Wisnoe empat kali menggantikan posisi yang ditinggalkan Effendi. “Saya empat kali gantikan posisi Mas Effendi. Dia memang lebih cepat satu putaran daripada saya,” ujar Wisnoe.
Wisnoe memang menjadi danyon di Sukoharjo. Namun usai menjadi danyon, yang menjadi komandan Kodim 0726 di Sukoharjo, justru Letkol (Zeni) Effendi pada 2002-2004. Letkol (Infanteri) Wisnoe menggantikan Effendi, menjadi komandan Kodim (dandim) 0726/Sukoharjo pada 2004-2005.
Kemudian Letkol Effendi geser menjadi dandim 0735/Surakarta. Pada 2005 berlangsung pemilihan kepada daerah (pilkada). Tampil sebagai wali kota baru Surakarta, yaitu Joko Widodo (Jokowi). Di situ Effendi berinteraksi dengan Jokowi sebagai mitra dalam Forum Koordinasi Kepala Daerah (Forkopimda) Solo.
Kembali posisi Effendi digantikan sahabatnya, Wisnoe sebagai dandim Surakarta. Wisnoe pun bersama Wali Kota Solo Jokowi dalam Forkopimda Solo. Jadi, Effendi dan Wisnoe merupakan kawan lama Jokowi yang kini menjadi Presiden. Pemegang kekuasaan tertinggi atas TNI. Terkoneksi dari Solo. Solo connection.
Pergeseran posisi yang ketiga terjadi di almamater Akmil. Kolonel (Zeni) Effendi sempat menjadi komandan korem (danrem) di Ternate, Kodam Pattimura. Pernah pula menjadi perwira bantuan (paban) 2 Bindik Staf Personel AD di Mabesad. Kemudian menjadi direktur pembinaan lembaga (dirbinlem) Akmil pada 2014-2015.
Kolonel (Infanteri) Wisnoe mengikuti jejak Effendi pada 2016 menjadi dirbinlem Akmil. Wisnoe sempat menjadi danrem di Surabaya. Cukup lama sekitar tiga tahun. Dia pun sudah siap-siap kalau kariernya mentok di Kolonel. Usianya pada 2016 sudah 52 tahun. Enam tahun lagi pensiun.
Beberapa organisasi massa kemudian membujuknya agar bersedia menjadi bakal calon wali kota di Surabaya. Alasannya, Wisnoe paham sekali tentang kampung halamannya. Apalagi sudah menjadi danrem 084/Bhaskara Jaya. Wisnoe tidak menjawabnya. Saat itu pula dia dikembalikan ke almamaternya menjadi dirbinlem Akmil. Posisi yang pernah ditempati Effendi.
Bintang tiga
Dari dirbinlem Akmil, Effendi kembali masuk Mabesad di Inspektorat Jenderal Angkatan Darat (Itjenad). Menjadi inspektur utama logistik (irutlog) Itjenad pada 2015. Geser lagi menjadi inspektur perbendaharaan (irben) Itjenad. Dua jabatan ini membuatnya semakin paham tentang pemeriksaan di lingkungan AD.
Pecah bintang Effendi saat dia menjadi direktur umum Komando Pendidikan dan Latihan AD (Kodiklatad) pada 2016-2017. Dua tahun dalam posisi Brigjen, ia kemudian naik lagi. Kali ini promosi sebagai perwira staf ahli Tingkat III bidang Hubungan Internasional Panglima TNI pada 2017-2018. Dengan pangkat Mayjen.
Tidak disangka, yang menggantikannya, lagi-lagi Brigjen Wisnoe. Temannya yang sama-sama pernah ;diusir' dari kereta api. Wisnoe pecah bintang menjadi Brigjen saat ia bergeser dari dirbinlem Akmil, promosi menjadi wakil gubernur (wagub) Akmil. Buyarlah harapan sejumlah ormas yang ingin menjadikan Wisnoe sebagai bakal calon wali kota Surabaya.
Wisnoe kemudian mutasi sebagai perwira tinggi (pati) ahli KSAD bidang Manajemen Sishankamneg (2017-2018). Hingga promosi pangkat Mayjen. Gantikan Effendi, temannya di Sekolah Staf dan Komando AD (Seskoad) pada 1999-2000.
Usai menjadi perwira staf ahli di Mabes TNI, Effendi menduduki posisi Mayjen mantap, yaitu panglima kodam (pangdam) IV/Diponegoro. Ia menggantikan temannya sesama Akmil 1986, Mayjen Wuryanto. Terhitung pada 29 November 2018.
Jejaknya diikuti Wisnoe. Dua bulan kemudian menyusul menjadi pangdam V/Brawijaya di Surabaya. Tepatnya pada 25 Januari 2019. Wisnoe menggantikan Mayjen Arif Rahman. Hanya satu tahun tiga bulan sebagai pangdam Brawijaya, Wisnoe pun promosi bintang tiga menjadi koorsahli KSAD pada April 2020.
Hal yang sama dialami Effendi, dua bulan setelah promosi Wisnoe. Effendi menjadi inspektur jenderal AD (irjenad), pertengahan Juni 2020 ini. Effendi baru dilantik menjadi irjenad pada Kamis (25/6) lalu. Ia tinggal menunggu kenaikan pangkat menjadi Letjen. Irjenad sering disebut sebagai 'orang ketiga' di Mabesad, setelah KSAD dan wakil KSAD.
Kedua jenderal yang pernah menemani Presiden Jokowi saat menjadi wali kota Solo itu, kini berdinas tidak jauh dari Istana Negara. Bekas Mayor bersahaja itu kini menuai hasil dari kerjanya, menjadi jenderal bintang tiga AD.
Bersambung...