Rabu 01 Jul 2020 05:24 WIB

Hidayah Tiba di Usia Senja, Greta Jadi Mualaf di Usia 70-an

Selama puluhan tahun, Greta mencari kebenaran hingga menjadi mualaf.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Muhammad Hafil
Hidayah Tiba di Usia Senja, Greta Jadi Mualaf di Usia 70-an. Foto: Mualaf (Ilustrasi)
Foto: Courtesy Onislam.net
Hidayah Tiba di Usia Senja, Greta Jadi Mualaf di Usia 70-an. Foto: Mualaf (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hidayah bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Termasuk kepada Greta di usia senjanya. Greta berusia pertengahan tujuh puluhan saat ia mendapatkan hidayah untuk memeluk Islam.

Greta dibesarkan dalam keluarga dari imigran Italia yang tinggal di Amerika Serikat. Dia menjadi mualaf melalui putrinya sendiri beberapa tahun yang lalu.

Baca Juga

Dalam artikel yang ditulis oleh Claudia Azizah di laman Aboutislam.net, Greta mengungkapkan perjalanan hidupnya mencari kebenaran di rumah ibadah agama yang ia anut sebelumnya, hingga akhirnya ia menemukan Islam. Greta bercerita, ia adalah seorang yang taat dalam agama yang ia anut sebelumnya.

Pasalnya, ia dibesarkan sebagai penganut agama orang tuanya yang begitu taat. Mereka kerap pergi dan berdoa di rumah ibadah yang mereka anut.

Ia kemudian memutuskan untuk menikah dengan seorang pria penganut Lutheranisme. Keputusannya itu sangat mengecewakan orang tuanya. Kendati begitu, ia mengaku tidak benar-benar meninggalkan agama sebelumnya.

Walaupun, ia juga mulai bergabung dengan suaminya di rumah ibadahnya. Greta merasa menyukai cara hati yang riang dari rumah ibadah Lutheran. Meski begitu, ia tidak pernah merasakan kenyamanan di sana.

Ketika suaminya mulai jarang menghadiri ritual di rumah ibadah, ia mulai mencoba mengunjungi banyak rumah ibadah. Ia mengungkapkan, suaminya tidak keberatan dengan langkahnya itu. Di sisi lain, orang tuanya pun tidak mengetahui hal itu.

"Namun, meskipun variasi yang berbeda menarik, saya tidak pernah menemukan apa yang saya cari. Kebenaran," ungkap Greta, dilansir di Aboutislam.net, Sabtu (27/6).

Dari pernikahannya dengan seorang Lutheran itu, ia memiliki anak-anak yang kemudian tumbuh dewasa. Mereka meninggalkan rumah dengan kehidupannya masing-masing. Selanjutnya, suaminya juga meninggal.

Dalam kondisi seperti itu, Greta masih mencari rumah ibadah yang tepat dan jalan yang tepat untuk mendekati kebenaran. Akhirnya, ia mulai menghadiri rumah ibadah tetangganya.

"Itu masalah kenyamanan. Saya tidak suka mengemudi jarak jauh lagi dan gereja lokal berada dalam jarak jalan kaki. Saya kenal orang-orang itu dan mereka juga membantu saya ketika saya membutuhkan bantuan," lanjutnya.

Semua anak Greta memutuskan untuk tinggal di luar negeri. Itu sebabnya, ia merasa senang dengan bantuan dari komunitas rumah ibadah yang masih muda. Namun demikian, masih ada keinginan membara dalam jiwanya untuk mengetahui kebenaran.

Keinginannya yang kuat untuk menemukan kebenaran membuatnya kerap berdoa. Hingga suatu malam setelah ia pulang dari rumah ibadah, ia mulai membuka hatinya kepada Tuhan dan memohon kepada Sang Pencipta untuk membimbingnya pada kebenaran.

"Saya mengatakan kepadanya bahwa saya ingin mengetahui kebenaran. Untuk menyembah Dia sebagaimana Dia layak disembah. Itu adalah doa paling tulus yang pernah saya lakukan," ujarnya.

Beberapa pekan kemudian, putrinya mengunjunginya dari Mesir setelah beberapa tahun mereka tidak bertemu. Greta begitu senang sekaligus terkejut. Sebab, putrinya kala itu mengenakan jilbab.

Ketika ia melihat putrinya di pintu, Greta diingatkan akan doanya kepada Tuhan. Dalam hatinya ia bertanya pada diri sendiri, apakah anaknya membawa jawaban akan doanya. Namun saat itu ia tidak bertanya tentang jilbab putrinya selama beberapa hari dan putrinya pun tidak menyebutkan apa-apa.

Suatu sore, Greta melihat putrinya melakukan sholat. Saat sujud, ia segera menutup pintu agar tidak mengganggunya. 

"Bayangan putri saya berlutut dengan kepala di lantai sangat mengesankan saya. Dan lagi, saya bertanya-tanya apakah Tuhan telah mengirimnya sebagai jawaban atas doa saya," katanya.

Pada suatu malam usai makan malam, Greta akhirnya memberanikan diri bertanya kepada putrinya perihal agamanya. Putrinya kala itu membantah bahwa ia masih menganut agama sebelumnya yang sama seperti Greta. Mereka berbicara lama setelah itu.

Saat itu, putrinya membawa Alquran dan buku catatannya, lalu menjelaskan semuanya kepadanya. Putrinya juga membahas soal Yesus dan Nabi Muhammad SAW. Greta hanya mendengarkan penjelasan putrinya.

Terhanyut dalam penjelasan putrinya membuat air matanya terus mengalir. Greta merasa sangat yakin jika Tuhanlah yang telah mengirim putrinya kepadanya sebagai jawaban atas doa-doanya. Selama ini, Greta tak henti berdoa meminta agar Tuhan membimbingnya pada kebenaran.

"Inilah kebenarannya. Saya sangat yakin. Ketika dia selesai menjelaskan penjelasannya, saya hanya memeluknya. Dan bertanya kepadanya: Mengapa tidak ada yang memberi tahu saya tentang ini sebelumnya?"

Pada momen itulah, tepatnya di meja dapur rumahnya pada tengah malam, ia menerima kebenaran tentang Islam. Greta merasakan penyesalan, sebab di usia senja ia baru menemukan ajaran agama yang selama ini ia cari. Bagaimanapun, ia merasa begitu bersyukur karena Tuhan akhirnya menunjukannya pada kebenaran.

"Saya harus mencapai usia tua untuk akhirnya menemukan kebenaran. Satu-satunya penyesalan yang saya miliki adalah tidak ada yang memberitahu saya tentang Islam sebelumnya. Tapi saya kira, ini juga bagian dari kebijaksanaan Tuhan dalam membimbing saya pada kebenaran," tambahnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement