Rabu 01 Jul 2020 09:04 WIB

Psikiater Muhammadiyah: Hapus Stigma Buruk Gangguan Jiwa

Diperkirakan tahun ini Indonesia menjadi negara kedua tertinggi pasien gangguan jiwa.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Penyandang disabilitas mental saat mengikuti makan siang di Panti Rehabilitasi Orang dengan Gangguan Jiwa.
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Penyandang disabilitas mental saat mengikuti makan siang di Panti Rehabilitasi Orang dengan Gangguan Jiwa.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kondisi kualitas kesehatan jiwa di Indonesia terus turun karena ada pandemi Covid-19. Karenanya, psikiater-psikiater Muhammadiyah membangun sinergi untuk bisa berperan dalam misi gerakan kesehatan jiwa di Indonesia.

Psikiater Universitas Ahmad Dahlan (UAD), dr. Widea Rossi Desvita mengatakan, psikiater Muhammadiyah dan lembaga otonom Muhammadiyah harus bersinergi dan berperan. Tujuannya, tidak lain optimalisasi peran dari masing-masing unit.

"Untuk berkolaborasi menjadi satu tim kesehatan jiwa Muslim dari lintasan sektoral di organisasi Muhammadiyah," kata Widea dalam Covid-19 Talk yang digelar Muhammadiyah Covid-19 Command Centre (MCCC), belum lama ini.

Selain bersinergi dengan lembaga otonom Muhammadiyah, promosi diri profesi psikiater kepada masyarakat perlu dilakukan. Hal itu berkenaan stigma yang terbangun dalam masyarakat terkait gangguan kejiwaan.