Rabu 01 Jul 2020 09:16 WIB

Santunan untuk Perawat Covid-19 yang Meninggal Belum Cair

Di Jatim, ada 9 perawat yang meninggal akibat tertular Covid-19.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus Yulianto
Seorang perawat yang baru bekerja hari pertama sebagai nakes ruang Covid-19 meninggal dunia. (Ilustrasi)
Foto: Wikimedia
Seorang perawat yang baru bekerja hari pertama sebagai nakes ruang Covid-19 meninggal dunia. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim, Prof. Nursalam mengungkapkan, hingga saat ini santunan untuk perawat Covid-19 yang meninggal di Jatim belum juga cair. Padahal, pemerintah menjanjikan perawat Covid-19 yang meninggal bakal dapat santunan. Di Jatim, kata dia, ada 9 perawat yang meninggal akibat tertular Covid-19.

"Termasuk yang meninggal itu kan akan diberi santunan. Sekarang kan ada 9 perawat yang meninggal tapi belum selesai juga, belum dapat. Prosedurnya terus gimana? Padahal administrasinya sudah lengkap," kata Nursalam dikonfirmasi Republika, Selasa (30/6).

Selain santunan, kata Nursalam, pembayaran insentif dari pemerintah untuk perawat Covid-19 juga terkesan lambat. Di Jatim, kata dia, hingga saat ini, baru 30 persen tunjangan untuk perawat yang cair. Padahal, kata dia, hampir seluruh rumah sakit di Jatim telah melengkapi syarat administrasi dan mengajukan pembayaran insentif tersebut.

Nursalam mengungkapkan, sulitnya pencairan insentif untuk perawat tersebut, karena prosedur yang sangat rumit dan panjang. Dimana rumah sakit, kata dia, harus terlebih dahulu mengajukan ke dinas keswhatan kabupaten/ kota. Setelah lolos verifikasi di dinas kesehatan kabupaten/ kota, masih harus melakukan proses yang sama ke dinas kesehatan provinsi.

Tidak hanya sampai disitu, setelah verifikasi di tingkat provinsi, baru akan dilanjutkan untuk dilakukan verifikasi serupa di tingkat Kementerian Kesehatan. Setelah itu, kata dia, masih ada tahapan-tahapan rumit lainnya yang harus dilewati, sebelum uang insentif masuk ke rekening pribadi perawat.

"Pengajuan itu sudah lengkap dari rumah sakit masing-masing. Tapi itu kan prosedurnya harus melewati macem-macem kan. Ruwet sekali. Sehingga kemarin katanya menteri (kesehatan) akan memangkas birokrasi itu. Karena itu kan tidak bisa dieksekusi langsung," ujar Nursalam.

Nursalam berpesan, pemerintah juga bisa memperhatikan perawat atau tenaga kesehatan yang statusnya honorer atau kontrak. Karena, kata dia, insentif yang tersedia saat ini, hanya untuk tenaga perawat yang statusnya pegawai negeri sipil atau ASN. Nursalam berharap, pemerintah juga bisa memberikan insentif bagi tenaga kesehatan yang statusnya kontrak, ataupun relawan Covid-19.

"Itu kan (insentif) untuk tenaga perawat yang PNS yang ASN. Tapi bagaimana untuk perawat-perawat yang honorer yang kontrak. Itu juga kan juga harus jadi catatan kita. Relawan-relawan yang dapat gaji seadanya juga. Itu harus jadi catatan pemerintah agar mereka juga dapat insentif karena bebannya sama berat. Mininal gak sama, tapi mendapatkan lah jangan sampai tidak," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement