REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menyesalkan penarikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad mengkritik alasan bahwa pembahasan RUU ini sulit.
"Kesulitan pembahasan menurut kami dikarenakan tidak adanya political will untuk memberilan keadilan bagi korban," katanya saat dihubungi, Rabu (1/7).
Bahrul mengingatkan, korban kekerasan seksual setiap harinya makin bertambah. Tanpa kepastian mendapatkan keadilan, pemulihan dan kepastian tidak terjadinya keberulangan terjadinya Kekerasan Seksual menjadi sulit.
Jika tidak sanggup, kata Bahrul, solusinya bukan Menarik RUU PKS dari prolegnas tapi lebih bekerja keras untuk memenuhi janji janjinya pada tahun 2019 yang akan menjadikan RUU PKS sebagai prioritas pembahasan. Setidaknya, kata dia, pembahasan RUU PKS dapat dialihkan ke alat kelengkapan DPR seperti Baleg yang bisa membahasnya secara lebih komprehensif.
"Kami meminta perhatian pimpinan DPR untuk juga memenuhi janjinya untuk menjadikan RUU PKS sebagai bentuk hadirnya negara terhadap korban," ujar Bahrul menegaskan.
Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Selasa (30/6) kemarin menyebutkan adanya sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang ditarik dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2020. Salah satu yang dicabut adalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya mengonfirmasi adanya sejumlah RUU yang dimundurkan pembahasannya pada 2020. Salah satunya merupakan RUU PKS yang diusung oleh Komisi VIII DPR RI.
"Tentang PKS, Itu bukan didrop sih, karena tidak selesai sampai Oktober, maka dipindahkan jadi Prolegnas tahun 2021," kata Willy saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.