REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, memerintahkan penutupan sebuah universitas swasta di Istanbul, Selasa (30/6). Keputusan itu terkait dengan mantan perdana menteri dan saingan politik, Ahmet Davutoglu.
Perintah presiden yang ditandatangani oleh Erdogan pada Senin (29/6), mengatakan bahwa Istanbul Sehir University telah ditarik izinnya untuk melakukan kegiatan apapun. Universitas itu sebelumnya menjadi mercusuar bagi kaum konservatif yang berharap menanggalkan tradisi sekuler yang mendominasi Turki modern.
Universitas itu didirikan pada 2008 oleh sebuah yayasan yang pendirinya termasuk Davutoglu. Namun, universitas masuk dalam kontroversi setelah Davutoglu mundur dari Justice and Development Party (AKP) yang berkuasa pada September. Davutoglu kemudian mendirikan Future Party pada Desember.
Penutupan kampus itu berawal pada November 2019 saat pengadilan Istanbul memutuskan mendukung Halkbank dalam gugatan atas pinjaman yang diberikan bank milik pemerintah kepada universitas. Pinjaman 400 juta lira Turki dijamin dengan jaminan dalam bentuk salah satu kampus universitas di Istanbul.
Keputusan administratif sebelumnya telah memberikan ketetapan universitas atas sebagian tanah yang disengketakan dari sumbangan ke kampus. Tanah tersebut pada gilirannya digunakan untuk jaminan pinjaman.
Tapi, pengadilan administratif yang lebih rendah pada Maret 2019 telah menghentikan jaminan tanah yang disetujui, yang seharusnya memberikan status universitas yang lebih jelas. Pada Oktober, satu bulan setelah pengunduran diri Davutoglu dari AKP, Halkbank telah menyatakan jaminan untuk pinjaman tidak berlaku berdasarkan masa administrasi dan melanjutkan untuk membekukan rekening universitas.
Meskipun memiliki jutaan dolar pendapatan, universitas tidak mampu membayar gaji para profesornya atau membuat transaksi keuangan yang diperlukan untuk beasiswa yang disediakannya bagi ribuan mahasiswa. Waktu pembekuan aset dilakukan segera setelah Davutoglu menarik diri dari AKP. Kondisi itu menyebabkan spekulasi bahwa tindakan itu bermotivasi politik, dengan Halkbank yang dikelola negara bertindak atas perintah pemerintah Turki.
Pada November, Dewan Negara atau pengadilan administratif tertinggi Turki mengeluarkan keputusan final bahwa tanah yang disengketakan harus dikembalikan ke pemerintah. Hal itu karena tanah tersebut diberikan secara tidak tepat kepada universitas.
Pada bulan yang sama, Davutoglu mengutuk pemerintah karena mempolitisasi seluruh proses dan menyamakan upaya itu dengan kudeta militer yang menggulingkan pemerintah sebelumnya selama 1990-an. Halkbank membantah semua tuduhan dalam pernyataan Davutoglu dan menyatakan semua tindakan telah diambil karena Sehir telah gagal melakukan pembayaran.
Setelah itu, Davutoglu pun menyerang Erdogan karena membuat klaim terhadap universitas. Dia mengatakan, perintah itu sebagai tindakan pembalasan politik yang akan memengaruhi ribuan mahasiswa.
"Ini merupakan pukulan bagi salah satu lembaga pendidikan berkualitas terbaik Turki, atau lebih tepatnya masa depan Turki, bagi impian kaum muda dan sistem pendidikan Turki secara keseluruhan," kata Davutoglu.
Tapi sumber-sumber pemerintah menyalahkan Davutoglu karena menggunakan universitas untuk agenda politiknya sendiri. "Ini masalah komersial. Universitas tidak terlalu peduli dengan utangnya karena mereka pikir, mereka mendapat dukungan Davutoglu," kata satu sumber yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Turki, dikutip dari middleeasteye.