REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang pria Muslim tentu memiliki kriteria tersendiri dalam memilih calon istri yang diharapkan bisa mendampinginya sehidup semati. Tak dapat dipungkiri, sering kali salah satu kriteria itu adalah cantik, meski memang sifatnya relatif tergantung pada diri masing-masing.
Ustadz Sutomo Abu Nashr dalam bukunya Agar tak Salah Langkah dalam Memilih Pasangan Sah memberikan penjelasan mengenai hal itu. Dia menjelaskan, indah dipandang saat memilih calon istri merupakan salah satu kriteria yang bersifat anjuran, bukan termasuk kriteria utama.
Sutomo memaparkan, Nabi Muhammad SAW menyebutkan wanita terbaik adalah yang patuh saat diperintah dan menyenangkan saat dipandang. "Dan tentu saja yang dimaksud wanita di sini adalah seorang istri. Seorang istri adalah pakaian bagi suaminya. Demikian juga sebaliknya," jelasnya.
Lulusan Fakultas Syariah Universitas Islam Muhammad Ibnu Su'ud Arab Saudi itu menerangkan, pakaian adalah sesuatu yang selalu melekat dalam diri seorang manusia. Dengan demikian, akan sangat menyenangkan jika yang selalu melekat itu dialah yang senantiasa indah dipandang.
Terkait hal itu, ada pandangan dari sebagian ulama mazhab Syafii, bahwa kalau bisa, calon pasangan itu tidak terlalu cantik atau terlalu tampan. "Sebab hal itu bisa jadi malah menjadi beban. Selalu menjadi pembicaraan, selalu di lihat-lihat pada saat lewat, dan bisa jadi ada yang berusaha merebutnya," ujarnya.
Kendati begitu, cantik dan tampan tentu sangat relatif bagi setiap orang. "Maka pandangan itu sebenarnya tidak mutlak sepenuhnya mudah diamalkan. Selain karena manusia selalu cenderung kepada keindahan, kadang yang dianggap tidak cantik atau tidak tampan pun bisa juga menjadi bahan pembicaraan," ujar dia.
Adapun kriteria utama dalam memilih pasangan dalam Islam, jelas Sutomo, yakni tidak termasuk mahram, bukan pezina yang belum taubat, bukan wanita yang telah dipinang, dan baik dalam agama maupun akhlaknya. Sutomo menjabarkan, dalam sebuah hadits, kata agama dan akhlak memang disebutkan bersama.
Ini menunjukkan agama dan akhlak dua hal berbeda. Misalnya seseorang tidak pernah meninggalkan sholat, tetapi ucapan dan tindakannya masih suka melukai orang lain. Karena itu, rajin sholat atau baik dalam agama saja belum cukup.
"Masih perlu sekali dengan tambahan akhlak yang baik. Walaupun idealnya, sholat seseorang akan mengubah perilaku buruknya. Tetapi tidak semua Muslim, sholatnya benar-benar berfungsi untuk mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar," kata pria yang melanjutkan studi S2 di Fakultas Dirasah Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.