REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah saat ini masih memiliki utang kepada PT Hutama Karya (Persero) untuk pembelian lahan. Direktur Utama Hutama Karya Budi Harto mengatakan utang pemerintah untuk pembelian lahan tersebut masih berjalan hingga saat ini sejak 2016.
"Sampai saat ini ada Rp 1,88 triliun yang belum terbayar. Ini dana talangan (yang dikeluarkan Hutama Karya) sejak 2016 sampai 2020," kata Budi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Rabu (1/7).
Budi mengatakan nominal pembayaran lahan yang belum dibayarkan tersebut untuk membeli lahan total seluas 19,06 juta meter persegi. Budi merinci pada 2016 total utang pemerintah kepada Hutama Karya mencapai Rp Rp 116 miliar, pada 2017 sebanyak Rp 761 miliar, pada 2018 mencapai Rp 142 miliar, pada 2019 mencapai 494 miliar, dan pada tahun ini per 19 Juni 2020 mencapai Rp 369 miliar.
Sementara itu total pembebasan lahan dari 2016 hingga 2020 membutuhkan dana mencapai Rp 8,016 triliun. "Saat ini yang sudah dibayar pemerintah mellaui LMAN Rp 8,16 triliun," ujar Budi.
Budi menambahkan, meski pemerintah sudah membayar Rp 8,16 triliun namun Hutama Karya juga menangggungselisih //cost of fund//. Budi mengatakan Hutama Karya harus mengeluarkan Rp 959 miliar untuk membayar bunga sebesar 8,75 persen karena meminjam kepada kreditur.
"Sampai saat ini, tapi kami hanya mendapatkan ganti Rp 466 miliar. Jadi kami tekor 493 miliar," tutur Budi.
Untuk itu, Budi mengharapkan Perpres Nomor 66 Tahun 2020 tentang Pendanaan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Umum untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) dapat segera efektif. Dia menilai dengan begitu Hutama Karya bisa mendapatkan ganti dari dana talangan yang sudah dikeluarkan sebelumnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Sitorus mempertanyakan kinerja pemerintah yang belum tuntas melakukan kewajibannya. Khususnya dalam membayarkan utang kepada perusahaan BUMN.
"Kinerja dari pemerintah ini bagaimana, pembayaran kepada BUMN karya kita ini masih kurang. Saya kira ini kewajiban kita (Komisi VI) agar proses tersebut bisa dilakukan dengan cepat," ungkap Deddy.
Padahal, kata Deddy, para perusahaan BUMN karya mendapatkan penugasan dalam proyek strategis nasional yang diminta pemerintah. Selama peugasan tersebut, kata Deddy, jika kewajiban pemerintah tidak dibayarkan maka menjadi beban bagi BUMN karya.
Terlebih menurut Deddy, kondisi pandemi memperparah kondisi perusahaan BUMN. "Pandemi ini harusnya BUMN karya juga jadi tumpuan karena padat kaya. Ini benar-benar supaya Komisi VI harus melobi pemerintah Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan supaya dapat perhatian besar," ungkap Deddy.