Rabu 01 Jul 2020 14:22 WIB

Jumlah Penumpang Transportasi Udara Anjlok 89,62 Persen

Penurunan tajam juga terlihat pada jumlah penumpang angkutan kereta penumpang.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi penerbangan
Ilustrasi penerbangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat restriksi mobilisasi untuk menahan laju penyebaran virus corona (Covid-19) berdampak terhadap penurunan jumlah penumpang transportasi udara. Baik itu dari sisi penerbangan domestik maupun internasional.

Untuk skala domestik, kontraksinya mencapai 98,34 persen dibandingkan tahun lalu, menjadi hanya 90 ribu orang. Sedangkan, secara bulanan, terjadi penyusutan 89,62 persen.

Baca Juga

"Tajam sekali penurunannya," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers live streaming, Rabu (1/7).

Penyusutan secara tahunan lebih dalam terjadi pada penerbangan internasional yang hanya mengangkut 10 ribu orang sepanjang Mei. Jumlah tersebut menyusut hingga 99,18 persen dibandingkan Mei 2019 yang mencapai 1,44 juta orang.

Suhariyanto menjelaskan, kebijakan pembatasan sosial berskala besar hingga lockdown di beberapa negara menyebabkan masyarakat tidak dapat melakukan penerbangan lintas negara. Khususnya dengan menggunakan angkutan udara.

Penurunan tajam juga terlihat pada jumlah penumpang angkutan kereta penumpang yang pada Mei 2020 mencapai 5,48 juta orang. Apabila dibandingkan tahun lalu, terjadi penyusutan sampai 84,38 persen.

"Dengan catatan, jumlah penumpang yang diangkut ini termasuk KRL, di mana tiap hari hampir ada 900 ribu orang," ujar Suhariyanto.

Situasi serupa terjadi pada transportasi angkutan laut. Pandemi Covid-19 menyebabkan suasana Ramadhan dan Lebaran tahun ini berbeda dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan kebijakan pelarangan mudik, termasuk untuk angkutan laut. Pada Mei 2020, sebanyak 280 ribu orang menggunakan jasa kapal penumpang, atau turun 86,82 persen dibandingkan Mei 2019.

Suhariyanto menjelaskan, tekanan dalam terhadap transportasi diharapkan dapat berkurang seiring dengan relaksasi pembatasn sosial berskala besar (PSBB) di beberapa kota. Misalnya saja di Jakarta yang sudah mulai menerapkan Working From Office (WFO) dengan tetap menjaga protokol kesehatan.

"Kita harapkan, peningkatan aktivitas ini nantinya juga berdampak ke seluruh sektor, sehingga apa yang sudah dibuat untuk pemulihan ekonomi pada kuartal ketiga bisa berjalan dengan baik," tutur Suhariyanto.

Restriksi mobilisasi turut memberikan pengaruh terhadap Tingkat Penghunian Kamar (TPK). Merujuk pada data BPS, TPK pada Mei hanya 14,45 persen, turun 29,08 poin percentage dibandingkan tahun lalu.

Apabila dilihat menurut daerah, TPK terendah terjadi di Bali, yakni tinggal 2,07 persen. Demikian dengan di Yogyakarta dengan TPK 6,13 persen. "Meskipun TPK di beberapa provinsi seperti Kalimantan Utara masih 27 persen dan Kalimantan Timur 26 persen, tapi kita bisa melihat bagaimana dampak covid terhadap TPK," kata Suhariyanto.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement