REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Juru bicara partai berkuasa Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) Turki, Omer Celik mengatakan, Prancis telah melakukan kejahatan dan memainkan permainan berbahaya di Libya. Celik juga mengatakan bahwa Prancis telah mengulangi kesalahan yang dibuatnya di Rwanda lebih dari seperempat abad lalu.
Seperti dilansir Daily Sabah, pernyataan Celik merupakan komentar balasan atas pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron tentang peran Turki di Libya. Celik mengatakan bahwa Prancis adalah pelaku kejahatan di Libya karena berpihak pada Khalifa Haftar, dalam konflik melawan Government of National Accord (GNA) yang didukung oleh pemerintah.
Konflik di Libya muncul sejak penggulingan mendiang penguasa Muammar Qadafi pada 2011. Pemerintahan baru Libya didirikan pada 2015 di bawah perjanjian yang dipimpin PBB, namun upaya penyelesaian politik jangka panjang gagal karena serangan oleh kelompok Haftar.
PBB mengakui pemerintah yang dipimpin oleh Fayez al-Sarraj. Di bawah pakta militer dengan Libya yang ditandatangani November lalu, Turki mengirim penasihat militer untuk membantu dalam pertempuran melawan pasukan Haftar.
Setelah ditemukannya kuburan massal di daerah-daerah yang ditinggalkan milisi Haftar, PBB dan para ahli hukum internasional telah menyatakan keprihatinan atas kemungkinan kejahatan perang.
Turki mendukung pemerintah Libya yang diakui secara internasional. Sementara Haftar mendapatkan dukungan dari Rusia, Prancis, Mesir, dan Uni Emirat Arab. Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu mengatakan, meskipun NATO melihat Moskow sebagai ancaman, anggota NATO Prancis berusaha meningkatkan kehadiran Rusia di Libya. "Prancis mendukung seorang bajak laut, seorang putschist," ujar Cavusoglu.