REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian menyatakan produksi gula sudah mulai memasuki puncak panen atau masa giling pada Juni ini sampai Agustus. Diproyeksikan produksi gula mencapai 540 ribu ton.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Kasdi Subagyono menyebutkan pada masa puncak giling periode Juni-Juli, produksi gula diperkirakan mencapai 430 ribu-530 ribu ton, kemudian meningkat pada Agustus mencapai 540 ribu ton.
"Pada Agustus meningkat sekitar 540 ribu ton dan akan menurun September dan seterusnya. Itu yang nanti akan menutup (kebutuhan) gula konsumsi kita," kata Kasdi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Rabu (1/7).
Kasdi menerangkan bahwa produksi gula dalam negeri pada Maret-Mei masih relatif terbatas, sehingga kondisi tersebut juga memicu harga gula yang melambung. Dengan adanya produksi gula dalam negeri yang kini memasuki masa giling, diharapkan berdampak pada penurunan harga gula.
Meski, saat ini harga gula masih di atas harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp 12.500 pe kilogram (kg), Kasdi menilai sudah terdapat tren penurunan harga sebesar 15,8 persen yang terpantau dari 4 Mei sampai 26 Juni 2020.
"Ada tren penurunan (harga gula) dari 4 Mei ke 26 Juni 2020 sebesar 15,8 persen dari Rp 18 ribu menjadi Rp 15 ribu per kg," kata dia.
Menurut dia, peningkatan harga gula juga dipengaruhi oleh distribusi gula di dalam negeri yang belum maksimal akibat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah. Namun begitu, Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan terus melakukan operasi pasar untuk menstabilisasi harga gula.
Sementara itu, untuk importasi gula kristal mentah (raw sugar) belum dapat terealisasi karena adanya hambatan distribusi di negara asal, yakni India akibat pembatasan operasional pelabuhan muat (port of loading) sebagai dampak karantina wilayah (lockdown) pada masa pandemi Covid-19.