REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sebuah opini Peter Welby, konsultan agama dan urusan global dengan spesialisasi dunia Arab, untuk Arab News, 28 Juni 2020, menarik untuk dicermati. Dia menulis sebagai berikut:
Telah terjadi penikaman di sebuah taman di Kota Reading, Inggris, pada akhir pekan lalu. Ketika saya menulis ini, kejadian itu belum diketahui apakah serangan (kelompok) Islam atau hanya aksi kekerasan secara acak.
Kejadian itu kini sedang diselidiki dengan dugaan sebagai aksi terorisme. Namun ada laporan yang bertentangan tentang individu yang terlibat. Salah satu kelompok aktivis di Inggris mengkritik polisi karena menyelidiki kejadian itu sebagai "insiden teroris" dan berkata bahwa keputusan itu "terkait dengan ideologi dan sekali lagi merupakan tongkat untuk memukuli umat Islam biasa."
Jika yang melontarkan kritik itu hanya kelompok pinggiran, itu tak akan jadi masalah. Namun, kelompok aktivis ini adalah Cage, organisasi yang memiliki sejarah pernah memberikan komentar tak bijak terkait ekstrimis Islam. Cage juga didukung sejumlah individu berhaluan kiri radikal, salah satunya mantan pemimpin oposisi Inggris, Jeremy Corbyn.
Pada faktanya, Cage memanglah bagian dari jaringan kelompok-kelompok kiri radikal, aktivis Muslim berbasis politik ketidakadilan, dan Islamis non-kekerasan. Ini adalah aliansi kenyamanan yang ada di sebagian besar Barat, di mana sebagian besar Islamis tidak mempertanyakan prinsip utama kelompok progresif. Sedangkan kaum kiri tidak terlalu fokus pada aspek-aspek yang meresahkan pada kaum Islamis.
Saya fokus ke "Islamis non-kekerasan," tetapi mendefinisikannya sulit. Definisi pemerintah Inggris telah berfokus pada nilai-nilai "Inggris" atau "mendasar". Ini definisi yang lemah karena ekstremisme bersifat transnasional dan banyak dari sekutu kita tidak memakai standar identifikasi yang sama.
Dalam kasus apa pun, pegawai negeri sipil dan politisi sekuler memiliki kebiasaan menganggap konservatisme agama dan ekstremisme agama sebagai sinonim secara luas: Suatu penggabungan yang berbahaya untuk setiap inisiatif kontra-ekstremisme. Lebih lanjut, upaya pemerintah untuk memerangi ekstremisme tanpa kekerasan di banyak negara Barat terhambat oleh komitmen pada kebebasan berbicara.
Selain pertanyaan apakah ekstremisme Islam non-kekerasan berfungsi sebagai pintu gerbang ke ekstremisme kekerasan, kelompok itu juga menjadi ancaman bagi kohesi sosial.
Sederhananya, jika komunitas Muslim di Barat tidak merasa menjadi bagian dari masyarakat di mana mereka menetap sebagai warga negara, maka mereka lebih rentan terhadap ide-ide ekstremis. Karena itu, hal ini dapat mendorong kepentingan ekstrimis pada perpecahan.
Teori tentang titik-temu dan politik ketidakadilan memberikan lahan subur bagi kelompok-kelompok Islam untuk bekerja sama dengan kelompok kiri jauh. Pekerjaan mereka dibantu oleh jejaring aktivis dan akademisi Muslim terkemuka yang menemukan banyak pandangan. Jaringan-jaringan ini pada umumnya tidak memiliki gagasan Islamis sendiri (meskipun ada sebagian), melainkan gagasan-gagasan yang telah lama tersebar luas dalam wacana lslamis yang kini beredar di kalangan aktivis dan akademisi Muslim non-Islam yang berhaluan kiri.
Setidaknya terdapat tiga contoh gagasan: Pemerintah Inggris atau Amerika (dan pemerintah Barat lainnya) pada dasarnya menentang Islam dan Muslim, di dalam negeri dan luar negeri, kebijakan kontra-ekstremisme menargetkan Muslim dan Islamofobia, dan masyarakat Barat secara struktural menentang Islam dan Muslim.
Saya menyebut akademisi dan aktivis karena ada orang-orang yang mengikuti pelatihan studi Islam yang bersandar pada kepercayaan akademis sekuler mereka untuk menampilkan diri mereka sebagai teolog Islam. Bagi para ekstremis agama apa pun, teologi adalah sesuatu yang penting. Sebagian besar dari mereka tergabung dalam jaringan aktivis lintas batas (ideologi) yang sama, dan beberapa berasal dari keluarga yang memiliki ikatan terkenal dengan Ikhwanul Muslimin, Jamaat e-Islami, dan kelompok Islam internasional lainnya.
Para teolog dan ahli hukum Islam terlatih yang berupaya melawan mereka cenderung akan dihancurkan. Aktivis dan akademisi dari lingkungan ini mendominasi diskusi di media sosial (seperti yang cenderung dilakukan oleh para aktivis).
Suara-suara dari kelompok lintas batas ideologi itu mendapat perhatian dari sebagian besar media dan para politisi. Mereka, misalnya, memiliki suara dominan dalam memberikan bukti kepada semua kelompok partai Parlemen Inggris mengenai penyelidikan Muslim Inggris terhadap Islamofobia. Hasilnya dapat dilihat dalam laporannya.
Tetapi pandangan mereka itu tidak benar-benar dianut Muslim Inggris pada umumnya. Laporan Crest Advisory baru-baru ini menemukan dukungan luas di kalangan Muslim Inggris untuk prinsip-prinsip program "Prevent" Pemerintah Inggris, yang bertujuan untuk menemukan tanda-tanda awal radikalisasi.
Ini ditujukan untuk semua bentuk ekstremisme dan mengungkap sentimen sayap kanan selayaknya pandangan ekstremis lainnya. Sebagai tanggapan, empat kelompok terkemuka yang mengaku berbicara atas nama Muslim menjawab bahwa laporan itu salah atau bahwa penulisnya bias.
Politik ketidakadilan sekarang sangat atraktif karena menarik perhatian yang tulus. Prasangka anti-Muslim diwakili dalam kehidupan publik dan normal di Barat. Dan, semakin keras suara-suara Islamis dan teman-teman aktivis mereka, semakin mudah pergi ke jalan buntu yang menyebut bahwa Islam itu sendiri adalah masalah. Ini adalah jalan buntu yang sudah banyak dieksplorasi pemimpin politik. Itu perlu dihindari.
Alternatif untuk persoalan ini adalah membekali para sarjana terlatih untuk melawan kelompok aktivis-islamis lintas batas ideologi dalam wacana keislaman. Seperti yang dilaporkan Crest, jajak pendapat lain dan percakapan sehari-hari mengungkapkan, sebagian besar Muslim di Barat tidak sependapat dengan para aktivis dan Islamis itu dan bahkan sangat tidak tertarik pada mereka.
Tetapi jika wacana ini berlanjut tanpa tantangan signifikan di media sosial dan dalam kehidupan nyata, ini dapat berubah. Saya yakin bahwa ini adalah di mana upaya harus difokuska, tetapi itu membutuhkan sumber daya dan yang terpenting, ini membutuhkan pertahanan proaktif terhadap banyak musuh mereka sejak awal. Sumber daya dan pembela yang terlatih dalam jenis perang politik yang diwakilinya saat ini sangat kurang.