REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson mengatakan Israel tidak boleh mencaplok wilayah Tepi Barat yang diduduki. London tidak akan mengakui perubahan apa pun pada batasan yang dibangun pada 1967, sejak Israel menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
"Aneksasi akan melanggar hukum internasional. Saya sangat berharap aneksasi tidak berlanjut. Jika itu terjadi, Inggris tidak akan mengakui perubahan yang terjadi pada 1967, kecuali disepakati oleh kedua pihak," ujar Johnson dilansir Reuters
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyatakan bahwa dia akan mencaplok semua blok pemukiman dan Lembah Yordan mulai 1 Juli. Rencana ini telah mendapatkan kesepakatan dari Kepala Partai Biru dan Putih, Benny Gantz yang kini telah menjadi koalisi Netanyahu.
Para pejabat Palestina telah mengancam untuk menghapus perjanjian bilateral dengan Israel jika aneksasi atau pencaplokan tetap dilakukan. Palestina menyatakan aneksasi Tepi Barat dapat merusak solusi dua negara.
Rencana aneksasi Tepi Barat muncul dari proposal perdamaian Timur Tengah atau yang disebut sebagai kesepakatan abad ini, yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada Januari lalu. Dalam proposal tersebut disebutkan bahwa Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tidak terbagi dan mengakui kedaulatan Israel atas sebagian besar wilayah Tepi Barat.
Para pejabat Palestina mengatakan di bawah rencana perdamaian Timur Tengah, Israel akan mencaplok sekitar 30 persen hingga 40 persen wilayah Tepi Barat, termasuk semua wilayah Yerusalem Timur. Palestina menginginkan wilayah Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza untuk membentuk sebuah negara yang merdeka di masa depan.
Sekitar 650 ribu orang Yahudi Israel saat ini tinggal di lebih dari 100 permukiman yang dibangun sejak 1967, ketika Israel menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Hukum internasional memandang Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai "wilayah pendudukan" dan menganggap semua aktivitas pembangunan permukiman Yahudi di wilayah itu adalah ilegal.