REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Menteri Luar Negeri Israel Gabi Ashkenazi menyebut aneksasi wilayah Tepi Barat yang diduduki tidak mungkin terjadi pada Rabu, 1 Juli 2020. Tanggal itu ditetapkan oleh rezim Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
"Saya rasa tidak akan terjadi hari ini," kata Ashkenazi, anggota partai Biru dan Putih yang merupakan mitra koalisi Netanyahu, kepada Radio Angkatan Darat Israel.
Netanyahu dan mitra koalisinya yang senior, Menteri Pertahanan Benny Gantz berselisih mengenai waktu pelaksanaan aneksasi sepihak. Setelah bertemu utusan AS pada Selasa (30/6) untuk membahas pencaplokan dalam kerangka rencana perdamaian Timur Tengah yang diusulkan Presiden AS Donald Trump, Netanyahu mengatakan pembicaraan seperti itu akan berlanjut selama beberapa hari.
Usulan Trump menyerukan kedaulatan Israel atas sekitar 30 persen wilayah Tepi Barat. Di sana Israel telah membangun permukiman selama beberapa dekade. Selain itu usulan soal penciptaan negara Palestina di bawah persyaratan yang ketat.
"Ada pembicaraan yang sangat kuat dengan Israel mengenai rencana Trump," kata seorang pejabat AS kepada Reuters setelah penasihat Gedung Putih Avi Berkowitz mengakhiri perjalanannya ke Israel.
Palestina ingin mendirikan negara merdeka di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur, wilayah yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967. Palestina juga telah menolak rencana Trump, dengan mengatakan akan meniadakan keberlangsungan mereka.
Sebagian besar kekuatan dunia memandang permukiman Israel sebagai ilegal. Israel membantah hal ini, mengutip ikatan sejarah dan Alkitab dengan Tepi Barat, serta kebutuhan keamanan.
Dalam tajuk rencana yang diterbitkan di surat kabar terlaris Israel pada Rabu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyeru agar rencana pencaplokan dibatalkan.
"Aneksasi akan menunjukkan pelanggaran hukum internasional," tulis Johnson di Yedioth Ahronoth, menggemakan pernyataan yang dibuatnya di parlemen pada 16 Juni.
"Saya sangat berharap bahwa pencaplokan tidak dilanjutkan. Jika ya, Inggris tidak akan mengakui perubahan apa pun terhadap garis 1967, kecuali yang disepakati antara kedua belah pihak. "