REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara telah membuka kembali sekolah. Akan tetapi, pertemuan publik tetap dilarang dan warganya diharuskan menggunakan masker sebagai respons atas ancaman virus corona, menurut pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu.
Perwakilan WHO untuk Korea Utara Edwin Salvador menyatakan, sementara negara itu belum mengonfirmasi adanya infeksi, Kementerian Kesehatan Masyarakat telah membagikan informasi mingguan dengan WHO mengenai langkah-langkah yang diambil untuk menangkal pandemi. Dalam informasi terbaru yang diberikan pada 19 Juni, kementerian mengatakan semua lembaga pendidikan telah dibuka kembal, dengan anak-anak diharuskan memakai masker dan disediakan tempat cuci tangan.
Kementerian juga melaporkan bahwa 922 orang yang diperiksa sejauh ini dinyatakan negatif Covid-19. Sementara itu, ratusan lainnya, sebagian besar pengangkut barang di pelabuhan dan perbatasan darat, secara teratur dikarantina untuk pemantauan, menurut Salvador.
"Pemeriksaan suhu menggunakan termometer infra merah, fasilitas cuci tangan, dan cairan pembersih terus dilakukan di semua tempat umum termasuk pusat perbelanjaan, restoran, dan hotel," katanya melalui surel.
"Adalah wajib bagi semua orang untuk mengenakan masker di tempat-tempat umum dan tidak ada pertemuan publik yang diizinkan."
Pyongyang menyusun "rencana kesiapan dan respons nasional" pada Februari berdasarkan rekomendasi WHO. Badan PBB itu menunjuk dokter komunitas, yang masing-masing bertanggung jawab atas 130 rumah tangga, kata Salvador.
Korea Utara juga membentuk 235 tim respons cepat yang terdiri dari seorang ahli epidemiologi, dokter, perawat, paramedis, dan petugas peternakan, yang bertugas menyelidiki semua kasus yang dicurigai. WHO telah menyediakan pasokan yang cukup untuk melakukan 1.000 tes, serta 2.900 peralatan pelindung pribadi bersama reagen (bahan analisis kimia) laboratorium, menurut Salvador, sambil menambahkan bahwa petugas layanan kesehatan sedang dilatih bagaimana menghadapi ancaman Covid-19.
Kementerian Unifikasi Korea Selatan, yang menangani urusan antar-Korea, mengatakan rencana untuk mengirim 10 juta dolar (sekitar Rp 143 miliar) bantuan untuk Korea Utara melalui Program Pangan Dunia (FAO), ditunda setelah ketegangan lintas perbatasan meluas.