REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan, penerimaan peserta didik baru (PPDB) memang telah berlangsung di Jakarta untuk tahun ajaran 2020/2021. Akan tetapi, itu tidak berarti anak-anak akan kembali ke sekolah pada 13 Juli 2020.
"Perlu kami tegaskan sekolah belum dibuka, meski tahun ajaran dimulai pada 13 Juli 2020," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Rabu.
Menurut Anies, Pemprov DKI Jakarta masih memantau perkembangan wabah Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) mengingat ada potensi risiko yang nantinya bisa terjadi. Ia menyatakan, salah satu yang berisiko terpapar adalah anak-anak sehingga di awal tahun ajaran nanti siswa akan tetap menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Dan tadi dilaporkan kepala dinas risiko anak-anak untuk Indonesia dan Jakarta cukup tinggi, karenanya kami ambil kebijakan demikian," ucap Anies.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta menyampaikan perkembangan terkini per 1 Juli 2020 di mana terdapat penambahan jumlah kasus positif sebanyak 204 kasus. Jumlah kumulatif kasus positif di wilayah DKI Jakarta sebanyak 11.482 kasus.
Dari jumlah tersebut, 6.680 orang dinyatakan telah sembuh, sedangkan 644 orang meninggal dunia. Selain itu, ada 889 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit dan 3.269 orang melakukan isolasi mandiri di rumah.
Orang Dalam Pemantauan (ODP) berjumlah 27.037 orang dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) sebanyak 17.843 orang. Pemprov DKI Jakarta akhirnya memutuskan untuk memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi Fase 1 untuk 14 hari ke depan mulai pada tanggal 3 Juli 2020 mendatang (sebelumnya 2 Juli).
Keputusan tersebut, menurut Anies, diambil berdasarkan hasil evaluasi atas kebijakan PSBB transisi pada fase pertama yang telah berlangsung sejak 5 Juni 2020 lalu berdasarkan epidemiologis, kesehatan publik, dan fasilitas kesehatan. Dari variabel epidemiologis, yakni terkait kasus Covid-19 memiliki tren PDP dan jumlah kematian yang fluktuatif, namun cenderung menurun dengan tingkat penyebaran di bawah 5 persen.
Rasio positif kasusnya fluktuatif cenderung tetap. Untuk variabel kesehatan publik, berdasarkan evaluasi tersebut, secara umum masih perlu ada peningkatan kedisiplinan masyarakat atas prilaku 3M, yakni menggunakan masker, mencuci tangan secara rutin, dan menjaga jarak.
Sementara itu, untuk kesiapan fasilitas kesehatan di Jakarta dinilai baik mulai dari ketersediaan ventilator dan Alat Pelindung Diri (APD) yang cukup, hingga mayoritas tidak ada pembatasan layanan meski ada tenaga kesehatan yang terinfeksi virus berbahaya. Berdasarkan tiga faktor tersebut, nilai indikator pandemi di Jakarta per 30 Juni 2020 mendapat poin 71, hanya 1 poin di atas skor yang disyaratkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk sebuah daerah boleh melakukan pelonggaran.
Angka tersebut turun dibanding nilai sebelumnya pada 4 Juni lalu atau ketika Anies mengumumkan Jakarta masuk masa transisi fase, Ibu Kota mendapat skor Indikator Pelonggaran Pembatasan dari Sosial Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia sebesar 76. Rincian pergerakan nilai pada tiga variabel adalah hasil epidemiologis masih mendapat skor 75 sama seperti sebelumnya, kesehatan publik turun dari 70 ke 54, kemudian fasilitas kesehatan turun dari 100 ke 83.