REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Amri Amrullah, Flori Sidebang
Larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai yang diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019 dinilai memiliki celah hukum yang perlu diwaspadai oleh pemerintah. Peneliti dari 'Center for Environmental Law (ICEL) Bella Nathania mengingatkan celah itu dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (1/7).
"Pergub 142/2019 sudah bagus ada pelarangan kantong belanja dari plastik, tapi di kantong kemasan ada celah hukum," kata Bella.
Bella menjelaskan apa yang sebenarnya dilarang dan diwajibkan untuk digunakan dalam Pergub Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat. Peraturan tersebut melarang menggunakan kantong plastik sekali pakai, yang diwajibkan adalah penggunaan kantong belanja ramah lingkungan (KBRL) dan memperbolehkan penggunaan kantong kemasan yaitu kantong kiloan (tanpa pegangan) untuk buah, sayuran dan daging.
"Penggunaan kantong kemasan ini dibolehkan sampai ada pengganti yang sifatnya ramah lingkungan," kata Bella.
Menurut Bella, dibolehkannya penggunaan kantong kemasan berbahan plastik sampai batas waktu tertentu tersebut sebagai celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pengusaha ritel. Ia mengistilahkan, pengusaha mengulur waktu untuk beralih dari kantong plastik kemasan ke kantong kemasan ramah lingkungan.
"Sebenarnya (celah hukum) itu bisa diakali," kata Bella.
Bella menyarankan, upaya menunda pengalihan kantong plastik kemasan ke kantong ramah lingkungan dengan memanfaatkan insentif yang diperoleh pengusaha dalam peraturan tersebut. Ia mengatakan bagian akhir dari peraturan tersebut, pengusaha ritel diberi insentif karena tidak pakai kantong belanja plastik. Sehingga, pengusaha dapat menggunakan insentif tersebut untuk beralih dari kantong kemasan ke kantong ramah lingkungan.
"Jadi bisa didorong dengan insentif, kalau dikasih insentif, mereka (peritel) akan berlomba-lomba, karena cukup menguntungkan," ujar Bella.
Celah hukum ini merupakan satu dari empat catatan permasalahan yang ditemukan oleh Bella dari penelitian terhadapPergub 142/2019. Catatan kedua yang ditemukannya terkait definisi KBRL belum jelas di masyarakat, apakah terbuat dari kertas, kain, atau bahan lainnya. Tanpa ada definisi yang jelas dapat memperlambat masa peralihan kantong plastik ke kantong belanja ramah lingkungan.
Selanjutnya, Bella memberikan catatan pada publikasi hasil penegakan hukum di Pemprov DKI Jakarta yang masih kurang. Menurut dia, publikasi hasil penegakan hukum Pergub 142/2019 sangat penting sebagai informasi publik yang dapat mendorong partisipasi publik dalam mendorong keberlangsungan peraturan tersebut.
Catatan keempat, yakni terkait harga yang wajar untuk kantong ramah lingkungan perlu ditetapkan. Tujuannya, agar inklusif bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat dengan strata ekonomi berbeda.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta secara resmi memberlakukan pembatasan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan dan pasar rakyat terhitung mulai 1 Juli 2020. Tahapan sanksi administratif bisa dikenakan kepada para pengelola apabila tidak melaksanakan kebijakan atau ketentuan tersebut.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih mengatakan, sanksi administratif dimulai dari teguran tertulis, uang denda, pembekuan izin, hingga pencabutan izin. Sanksi dikenakan kepada pelaku usaha pusat perbelanjaan, toko swalayan, pasar rakyat yang dengan sengaja membiarkan penyediaan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai.
"Mereka yang tetap menggunakan kantong plastik sekali pakai di tempat perdagangan yang menjadi tanggung jawabnya, akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis," ujarnya, Rabu (1/7).
Andono menjelaskan, teguran tertulis diberikan bertahap sebanyak tiga kali. Rinciannya, teguran tertulis pertama 14 x 24 jam, kedua 7 x 24 jam, dan ketiga 3 x 24 jam. Jika tidak mengindahkan surat teguran tertulis ketiga dalam waktu 3 x 24 jam setelah teguran tertulis ketiga diterbitkan, pengelola dikenakan uang denda secara bertahap mulai Rp 5.000.000 sampai Rp 25.000.000,
"Terhadap keterlambatan pembayaran sanksi administrasi uang denda bakal mengalami kenaikan sebesar Rp 5.000.000 setiap tujuh hari," terangnya.
Andono menuturkan, pengelola yang tidak melaksanakan sanksi administratif uang denda dalam waktu lima pekan akan dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin. "Pengelola yang telah diberikan pembekuan izin namun tetap tidak melaksanakan pemenuhan pembayaran uang paksa maka dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin," ungkapnya.
Seorang warga bernama Abdi Ryanda mendukung peraturan tersebut. Menurut laki-laki yang akrab disapa Abdi itu, pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai itu dapat membantu pengurangan jumlah sampah plastik.
"Setuju banget dengan adanya pergub itu, karena kan bisa membantu menjaga lingkungan dan bumi," kata Abdi.
Meski demikian, dia menuturkan, pihak pengelola pasar, swalayan maupun pusat perbelanjaan dapat menyediakan alternatif penggunaan kantong belanja yang lain. Sehingga, masyarakat tidak kebingungan saat sedang berbelanja dan lupa membawa kantong sendiri.
"Kalau bisa disediakan juga alternatif (kantong belanja) lain. Kadang kan kita juga suka kelupaan bawa kantong dari rumah," ujar dia.
Hal senada juga disampaikan oleh Vita Sunarwati. Vita mengatakan, aturan tersebut sangat dibutuhkan untuk mendukung kelestarian lingkungan.
Namun, dia berharap agar pemerintah dapat konsisten melaksanakan aturan tersebut. Pun dengan masyarakat, Vita menuturkan, agar masyarakat dapat menaati aturan yang ada.
"Semoga pemerintah enggak tegas di awal saja, tapi aturan ini bisa seterusnya dilakukan, sehingga masyarakat juga jadi terbiasa enggak pakai kantong plastik sekali pakai. Demi kelestarian lingkungan," tutur Vita.