Kamis 02 Jul 2020 04:35 WIB

Covid-19 dan Sindrom Peradangan Landa Anak Obesitas

Kasus sindrom peradangan multisistem dialami anak positif Covid-19 di AS dan Eropa.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Ruam ungu sangat mirip dengan cacar air, campak, atau bengkak akibat kedinginan tampak pada pasien Covid-19. Ternyata, ruam tersebut ada kaitannya dengan Covid-19 dan masalah medis seperti obesitas dan penyakit paru kronis.
Foto: Newsflash / Consejo Jenderal De Colegios Ofic
Ruam ungu sangat mirip dengan cacar air, campak, atau bengkak akibat kedinginan tampak pada pasien Covid-19. Ternyata, ruam tersebut ada kaitannya dengan Covid-19 dan masalah medis seperti obesitas dan penyakit paru kronis.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Lebih dari sepertiga dari 99 anak di New York, Amerika Serikat (AS) memiliki penyakit mirip dengan Kawasaki. Kondisi yang mereka alami juga terkait dengan infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) serta masalah medis yang mendasarinya, seperti obesitas dan penyakit paru kronis.

Studi terbaru mengungkapkan bahwa kondisi peradangan sangat memengaruhi anak-anak. Manifestasinya terlihat seperti Kawasaki, penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada arteri berukuran sedang di seluruh tubuh.

Baca Juga

Analisis deskriptif dari 95 pasien dengan Multi-Symptom Inflammatory Syndrome in Children alias peradangan multisistem pada anak (MIS-C) dan empat pasien dengan dugaan MIS-C, diterbitkan di New England Journal of Medicine pada Senin (29/6) lalu. Pada 5 Mei, Departemen Kesehatan Negara Bagian New York mewajibkan 106 rumah sakit di wilayah tersebut untuk melaporkan kasus MIS-C potensial pada pasien yang berusia kurang dari 21 tahun dan dirawat sejak 1 Maret 2020.

Selama pandemi Covid-19, laporan awal menunjukkan bahwa anak-anak memiliki gejala ringan, terhadap Covid-19. Tingkat rawat inap dan kematiannya jauh lebih rendah daripada yang terlihat pada orang dewasa.

Namun, pada awal Mei, proses hiperinflamasi pada anak-anak terlihat di AS, serta beberapa negara Eropa. Dalam studi tersebut, semua pasien mengalami demam atau meriang saat masuk ke rumah sakit dan hampir semua menderita takikardia, suatu kondisi yang menyebabkan denyut jantung berdetak cepat dan tidak normal.

Sebanyak 80 persen memiliki gejala gastrointestinal, 60 persen mengalami ruam, lebih dari 50 persen memiliki mata merah, dan 27 persen mengalami perubahan mukosa. Studi ini mencatat bahwa 80 persen pasien dirawat di unit perawatan intensif dan 10 persen menerima ventilasi mekanis.

Pada 15 Mei lalu, 21 persen pasien masih dirawat di rumah sakit dan dua pasien, anak-anak berusia 0 hingga 12 tahun telah meninggal. Rata-rata pasien dirawat di rumah sakit adalah enam hari.

Para peneliti juga menemukan hubungan antara sindrom inflamasi dan disfungsi jantung. Selain itu, terdapat manifestasi dermatologis, mukokutan dan gastrointestinal yang ditemukan pada pasien MIS-C.

Studi terbaru juga membandingkan informasi ras dan etnis dari 99 anak-anak, khususnya dari New York Metropolitan Region. Dari sana, dilaporkan bahwa 40 persen pasien berkulit hitam dan 36 persen adalah Hispanik.

“Ini mungkin merupakan cerminan dari peningkatan insiden infeksi SARS CoV-2 yang terdokumentasi dengan baik di antara komunitas kulit hitam dan hispanik,” tulis para penulis penelitian.

Peneliti mencatat bahwa studi ini penting karena menghubungkan antara Covid-19 dan MIS-C. Temuan dalam studi akan membantu para profesional medis di seluruh dunia mendiagnosis kondisi ini pada pasien mereka.

Secara keseluruhan, para peneliti menyimpulkan bahwa kemunculan MIS-C bertepatan dengan transmisi SARS-CoV-2 yang tersebar luas di seluruh dunia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement