Kamis 02 Jul 2020 04:58 WIB

Para Mualaf Amerika Serikat: Kabah Selalu di Hati Kami

Mualaf Amerika Serikat merasakan kerinduan terhadap Kabah di Masjidil Haram

Rep: Febryan A/ Red: Nashih Nashrullah
Mualaf Amerika Serikat merasakan kerinduan terhadap Kabah di Masjidil Haram.  Kabah di Masjidil Haram
Foto: AP Photo/Amr Nabil
Mualaf Amerika Serikat merasakan kerinduan terhadap Kabah di Masjidil Haram. Kabah di Masjidil Haram

REPUBLIKA.CO.ID, KNOXVILLE – Syekh Hassan Lachheb teringat momen ketika masih anak-anak melihat foto ayahnya berangkat haji di bandara Maroko, negara asalnya. Sejak saat itu, dia pun bertekad untuk melaksanakan ibadah haji suatu hari nanti.

Lachheb, yang sekarang menjabat Presiden di lembaga Tayseer Seminary di Kota Knoxville, Amerika Serikat (AS), telah mewujudkan mimpinya itu bertahun-tahun kemudian. Bahkan, selama lima tahun terakhir dia telah memimpin pemberangkatan Muslim Amerika Serikat ke Tanah Suci.  

Tetapi tahun ini akan berbeda. Sebab, pemerintah Arab Saudi mengumumkan bahwa ibadah haji hanya diperbolehkan untuk orang yang telah menetap di sana. 

Jumlah jamaah yang diperkenankan kemungkinan hanya sekitar 1.000 orang karena adanya pandemi Covid-19. Biasanya jumlah jamaah bisa mencapai dua juta orang dari seluruh dunia.

Bagi Lachheb, tidak bisa naik haji tahun ini adalah momentum spiritual. Menurut dia kedekatan dengan Allah tidak boleh dikaitkan dengan kedekatan fisik apa pun dan dengan niat baik, dia masih bisa melaksanakan haji secara batin.   

"Aku harus menemukan Ka'bah di hatiku, aku harus menemukan Makkah di hatiku," kata Lachheb kepada Religion News, Jumat (26/6). 

Kesedihan tak bisa berangkat haji tahun ini juga dirasakan para mualaf di AS. Bagi mereka, berhaji tak sekadar ritual yang sakral, tapi juga untuk pertama kalinya mendapatkan lingkungan yang sepenuhnya islami.

"Terutama untuk mualaf, naik haji adalah kesempatan pertama untuk berada di tempat di mana semua orang adalah Muslim," kata James Jones, Wakil Ketua Seminari Islam Amerika di Richardson, Texas, yang memeluk Islam pada tahun 1979 dan naik haji 1992. 

Menurut Jones, ketika pertama kali naik haji, dia merasa tak perlu khawatir tentang kehalalan makanan dan juga tak perlu khawatir ada yang tersinggung saat mengucapkan 'assalamu alaikum.  

"Ada perasaan nyaman ketika Anda berada di sekitar umat Islam. Semua orang berdoa lima kali sehari dan tidak ada yang mengeluh tentang adzan," ucapnya. 

Kendati demikian, Jones mengingatkan bahwa semua amal ibadah telah dihitung pahalanya sejak dari niat. Mereka yang berencana naik haji tahun ini akan menuai ganjaran spiritual yang sama seolah-olah mereka telah melaksanakannya.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement