REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus melakukan pendampingan terhadap warga Rohingya yang terdampar di Aceh Utara setelah menempuh pelayaran panjang dari negeri mereka.
Siaran pers ACT, Kamis (2/7), menyebutkan puluhan pengungsi anak Rohingya yang berada di bekas Kantor Imigrasi Desa Punteuet, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe, antusias mengikuti kegiatan pendampingan psikososial. ACT Lhokseumawe bersama Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) melakukan hal ini untuk menghilangkan rasa trauma karena mereka cukup lama di lautan lepas.
Pendampingan psikososial merupakan salah satu solusi untuk mengantisipasi sindrom pascatrauma di kalangan anak-anak. Metode ini juga tepat untuk pengungsi anak Rohingya untuk menyembuhkan psikologis mereka setelah terhempas di tengah lautan yang ganas.
Thariq Farline selaku Kepala Cabang ACT Lhokseumawe mengatakan ada cukup banyak anak yang ikut dalam rombongan ini sehingga perlu adanya edukasi. “Tujuan kita membuat aksi ini karena mereka masih dalam usia pendidikan yang harus diberikan edukasi yang sangat cukup. Semenjak kejadian ini, kita berusaha melibatkan mereka agar terus aktif berkegiatan,” katanya.
Ke depan, aksi-aksi serupa akan terus dilakukan seperti menggambar maupun mancakrida bersama anak-anak Rohingya di pengungsian. Kata Thariq, kini kondisi di tempat pengungsian lebih nyaman dan anak-anak Rohingya sangat cepat dekat dengan para relawan meskipun bahasa menjadi kendala untuk mereka.
“Harapannya juga melalui kegiatan ini, mereka dapat ceria dan kembali ceria seperti anak-anak yang lainnya,” harap Thariq.
Pendampingan psikososial tersebut baru dapat terlaksana dua hari setelah berada di tempat pengungsian karena mereka harus terlebih dahulu didata oleh pihak Imigrasi.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, Rabu (24/6) lalu, sebuah kapal terombang-ambing di perairan Aceh Utara. Kapal itu memuat 94 warga etnis Rohingya di Myanmar dengan rincian 15 laki-laki dewasa, 49 perempuan dewasa, dan 30 anak-anak.
Mereka ditampung sementara di bekas Kantor Imigrasi Desa Punteuet. Selain pendampingan psikososial, kebutuhan lainnya juga turut dipenuhi ACTadalah menyuplai kebutuhan pangan bagi pengungsi di sana. Tiap harinya ada 300 porsi makanan siap santap yang dibagi untuk tiga waktu, makan pagi, siang, dan malam.
“ACT tiap harinya akan menyuplai kebutuhan makanan siap santap bagi pengungsi Rohingya untuk makan pagi, siang, dan malam. Makanan ini berasal dari dapur umum yang ACT dirikan di Jalan Medan-Banda Aceh Meunasah, Masjid Punteut, Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe,” kata Thariq.
Saat ini, bantuan pangan menjadi kebutuhan pokok bagi pengungsi Rohingyakarena mereka tiba di Aceh Utara tanpa perbekalan serta kondisi kapal yang memprihatinkan dan nyaris tenggelam. Mereka juga sekarang diisolasi, bagi pihak yang tidak berkepentingan tak diizinkan untuk melakukan interaksi dengan mereka dengan tujuan memutus rantai sebaran Covid-19.
ACT akan terus melakukan pendampingan terhadap pengungsi Rohingya. Satu unit Humanity Food Truck yang mampu menghidangkan ribuan porsi makanan siap santap sedang dalam perjalanan menuju Aceh dari Jakarta. Begitu juga Humanity Water Truck diberangkatkan sebagai pemenuh kebutuhan air.
Pengerahan armada ACT ini bertujuan memberikan pelayanan terbaik bagi pengungsi yang melarikan diri dari tanah air sendiri akibat konflik kemanusiaan di Myanmar.
Menurut Catatan WHO, saat ini diperkirakan ada 913.316 pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar. Dari jumlah hampir satu juta orang pengungsi, WHO menyebut semua pengungsi Rohingya di Kamp Pengungsian menghadapi kerentanan kesehatan.
Dengan ikhtiar untuk membangun dan menghadirkan kesejahteraan untuk mereka, ACT tidak bisa bekerja sendirian, kami butuh bantuanmu! Mari bersedekah dan bantu Rohingya. Klik www.Indonesiadermawan.id/BangunKembaliKehidupanRohingya.