Kamis 02 Jul 2020 17:23 WIB

Ketua Komisi VIII: Pro-Kontra RUU PKS Masih Sangat Tinggi

Pro dan kontra membuat DPR memprioritaskan RUU yang lebih berkaitan dengan Covid-19.

Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengatakan salah satu alasan mengapa Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ditarik dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 adalah karena pro dan kontra yang masih sangat tinggi. Pro dan kontra tersebut bahkan soal nama UU.

"Pro dan kontra masih sangat tinggi, bahkan dari judul saja masih belum ketemu. Tapi karena pernah dibahas pada periode lalu dan ada keputusan carry over, maka tetap dimasukkan," kata Yandri saat dihubungi di Jakarta, Kamis (2/7).

Baca Juga

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan seiring dengan perjalanan waktu, ternyata pertentangan terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual tidak kunjung mereda hingga kemudian terjadi pandemi Covid-19. Karena itu, Komisi VIII DPR menganggap perlu lebih memprioritaskan rancangan undang-undang lain yang lebih berkaitan dengan penanganan Covid-19.

Rancangan undang-undang itu adalah Rancangan Undang-Undang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Rancangan Undang-Undang Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. "Menurut kami, itu jauh lebih prioritas untuk dibahas dan pro-kontranya tidak terlalu tinggi dibandingkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual," tuturnya.

Selain itu, terkait dengan pasal-pasal pemidanaan dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, Yandri mengatakan, juga terjadi pro dan kontra yang berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Perlu menunggu revisi KUHAP yang ternyata nasibnya juga sama, periode lalu tidak jadi disahkan di paripurna karena pro-kontranya juga sangat tinggi," jelasnya.

Menurut Yandri, pasal-pasal pemidanaan dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sangat berkaitan dengan revisi KUHAP dan KUHP. "Kalau membahas Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, sementara soal pemidanaan belum jelas, tidak ada artinya. Maka kami sepakat menarik dulu," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement