REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Uni Eropa (EU) menyambut baik keputusan Indonesia untuk mengizinkan pendaratan yang aman dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada 99 pengungsi Rohingya yang terdampar di lepas pantai utara Aceh pekan lalu.
“Penyelamatan para pengungsi Rohingya yang menghadapi kondisi mengerikan, merupakan penghormatan terhadap hukum internasional dan membuktikan kemurahan hati rakyat dan pemerintah Indonesia,” kata Juru Bicara Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan EU Nabila Massrali dalam keterangan tertulis, Kamis (2/7).
Bekerja sama dengan pihak berwenang Indonesia, Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) dan organisasi kemanusiaan lainnya, EU akan memobilisasi dukungan kemanusiaan untuk menangani kebutuhan dasar paling mendesak dari para pengungsi yang terkena dampak.
“Sementara kami menghargai tindakan kemanusiaan dari pemerintah Indonesia, keadaan buruk kaum Rohingya tidak dapat diselesaikan dengan tindakan kemanusiaan dari negara-negara yang baik hati saja. Akar penyebab penderitaan Rohingya adalah di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, tempat mereka semula diusir secara paksa,” Massrali menegaskan.
EU berharap pemerintah Myanmar menciptakan kondisi yang memungkinkan warga etnis Rohingya kembali secara aman, berkelanjutan, bermartabat, dan sukarela ke tempat asal mereka, termasuk melalui implementasi yang kredibel dari rekomendasi Komisi Penasihat Negara Rakhine, yang telah disahkan dan sesuai dengan langkah-langkah sementara yang diperintahkan oleh Mahkamah Internasional.
“Kami tegaskan bahwa angkatan bersenjata di Myanmar harus segera melaksanakan gencatan senjata tanpa syarat, termasuk di Rakhine dan Negara Bagian Chin, dan berkomitmen kembali pada proses perdamaian yang inklusif,” tutur Massrali.
EU juga menyeru semua negara di kawasan, termasuk negara-negara anggota ASEAN, untuk lebih terlibat dengan pemerintah Myanmar. Hal itu guna memastikan bahwa negara itu meningkatkan upaya menuju solusi yang adil dan lestari untuk masalah Rohingya, sejalan dengan prinsip-prinsip hukum internasional dan hak asasi manusia.