REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Pryanka, Sapto Andika Candra
Asosiasi pengusaha mengajukan empat permintaan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terutama untuk membantu sektor riil di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Salah satunya terkait meningkatkan permintaan masyarakat yang kini sedang melemah.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyebutkan, berapapun stimulus yang digelontorkan pemerintah untuk sektor riil tidak akan efektif apabila masyarakat tidak melakukan aktivitas ekonomi. "Maka, kita mendapatkan situasi yang lebih sulit saat ini," katanya dalam keterangan pers mengenai Rapat Koordinasi Otoritaas Jasa Keuangan (OJK) dengan Asosiasi Pengusaha secara live streaming, Kamis (2/7).
Dalam pertemuan dengan OJK, turut hadir Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani dan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Mardani Maming. Di sisi lain, Hariyadi menambahkan, pihaknya meminta agar pemerintah mengoptimalkan sosialisasi aplikasi pelacakan Peduli Lindungi yang sudah dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Menurutnya, banyak masyarakat kurang mengetahui dan memahami aplikasi tersebut. Padahal, Hariyadi menilai, aplikasi pelacakan sangat dibutuhkan saat ini untuk mengontrol tingkat penularan.
Permintaan kedua, mengenai proses restrukturisasi di lapangan yang masih mengalami beberapa kendala. Khususnya dari perbankan yang dinilai Hariyadi memberikan kondisi tidak menguntungkan bagi pengusaha. "Belum bicara restrukturisasi, sudah meminta dana uang untuk biaya restrukturisasi, bunganya juga bisa lebih tinggi," tutur Hariyadi.
Apabila situasi ini masih berlanjut, Hariyadi menekankan, stimulus restrukturisasi tidak akan cukup membantu dunia usaha. Sebab, ketika pandemi usai, pengusaha harus menghadapi biaya yang lebih tinggi.
Permintaan ketiga yang diajukan adalah perpanjangan stimulus kredit dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19. Stimulusnya berupa penundaan pembayaran cicilan kredit selama satu tahun.
Regulasi tersebut sebenarnya sudah menuangkan kemungkinan perpanjangan relaksasi, apabila memang dibutuhkan. Tapi, Hariyadi ingin menekankan kembali, terutama dengan melihat banyaknya sektor yang akan sulit pulih dalam jangka waktu dekat. "Pihak bank juga bisa punya masalah karena terkena pencadangan dan debitur kena masalah dengan kolektibilitas," ujarnya.
Permohonan keempat, pelaksanaan modal kerja. Sampai saat ini, Hariyadi mengakui, pihaknya belum melihat arahan jelas dari rencana modal kerja yang disampaikan pemerintah.
Hariyadi juga menyinggung penempatan dana pemerintah sebesar Rp 30 triliun di Himpunan Bank Negara (Himbara). Ia baru memahami, penempatan dana tersebut ditujukan untuk UMKM. Padahal, Hariyadi menyampaikan, korporasi dengan ukuran lebih besar juga membutuhkan tambahan stimulus yang tidak kalah kecil.
"Kami masih butuh langkah lebih lanjut dari pemerintah bagaimana stimulus untuk mendorong supaya korporasi bisa segera bergulir kembali," ujarnya.
OJK berkomitmen membantu dunia usaha mengakses modal kerja. Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, untuk mendorong pemberian kredit modal kerja ke sektor riil, OJK akan menjembatani penyamaan kebutuhan (matching) antara pelaku usaha dengan sektor jasa keuangan.
"Ini didukung oleh pembukaan aktivitas ekonomi masyarakat untuk meningkatkan demand masyarakat," ucapnya.
Anto menambahkan, OJK juga akan terus berkoordinasi dengan asosiasi pelaku usaha dan asosiasi Industri Jasa Keuangan untuk mempercepat pemberian stimulus modal kerja dan memastikan pelaksanaannya dapat tepat sasaran. Selain itu, OJK mendukung implementasi kebijakan pemerintah untuk memulihkan ekonomi nasional. Khususnya yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.
Anto menekankan, Himbara dan Industri Jasa Keuangan lainnya siap menjadi katalisator untuk mempercepat pemulihan sektor riil dan pemberian stimulus kredit modal kerja oleh pemerintah. "Industri perbankan optimistis, kredit akan tumbuh positif pada akhir tahun ini," tuturnya.
Sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan penempatan uang negara, Anto menyebutkan, bank Himbara siap melakukan berbagai yang dapat mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan dimaksud. OJK pun akan melakukan pemantauan perkembangan pelaksanaan dan realisasi penempatan uang negara di empat bank BUMN tersebut.
Di sisi lain, Anto menjelaskan, OJK akan melakukan review atas pelaksanaan kebijakan restrukturisasi oleh industri perbankan dan perusahaan pembiayaan. Hal ini dilakukan agar nasabah benar-benar mendapat manfaat dari kebijakan restrukturisasi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meminta jajaran menteri ekonomi untuk mempercepat implementasi stimulus ekonomi bagi pelaku usaha yang terdampak Covid-19. Presiden menilai, stimulus ini sedang dinanti-nanti oleh para pelaku usaha, khususnya UMKM.
"Segera stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha kecil, usaha mikro. Mereka nunggu semuanya. Jangan biarkan mereka mati dulu baru kita bantu. Tidak ada artinya," ujar Presiden dalam video yang diunggah Sekretariat Presiden, Ahad (28/6).
Pernyataan ini sebenarnya disampaikan Presiden Jokowi dalam pembukaan sidang kabinet paripurna, Kamis (18/6) lalu. Hanya saat itu sidang berlangsung tertutup dan tidak bisa dilipun oleh media. Baru pada Ahad (28/6), video sambutan presiden diunggah oleh pihak Istana.
Dalam sambutan sidang kabinet tersebut, Presiden tampak kesal dengan jajaran menterinya yang belum bisa meningkatkan ritme kerja. Padahal menurutnya, di tengah pandemi Covid-19 ini diperlukan langkah yang lebih lebar dan ritme kerja yang meningkat.
Jokowi pun mewanti-wanti jangan sampai implementasi kebijakan pemerintah terlihat melempem dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Stimulus, ujarnya, ini harus segera diimplementasikan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
"Usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha gede, perbankan, semuanya yang berkaitan dengan ekonomi manufaktur, industri terutama yang pada karya, beri prioritas pada mereka supaya engga ada PHK. Jangan sudah PHK gede-gedean. Duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan," katanya,
Terkait realisasi stimulus ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat mengakui realisasi program stimulus untuk menangani dampak Covid-19 masih rendah. Pemberian insentif kepada UMKM, misalnya, baru terealisasi 0,06 persen dari target anggaran Rp 123,46 triliun. Penyebabnya, pemerintah masih harus menyelesaikan regulasi, data, ataupun infrastruktur TI.
Sementara, pembiayaan korporasi yang sudah ditetapkan sebesar Rp 53,57 triliun sama sekali belum terealisasi. Seperti diketahui, pemerintah menetapkan anggaran penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp 695,2 triliun. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan besaran yang ditetapkan pada awal Juni sebesar Rp 677,2 triliun.
Merespons berbagai kendala ini, Presiden mengaku siap menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) baru bila memang dibutuhkan. Perppu yang dimaksud presiden bertujuan untuk mempercepat penanganan Covid-19 dan mengantisipasi dampak ekonomi dan sosial yang terjadi. Menurutnya, dalam kondisi saat ini perlu kebijakan di luar kebiasaan.